Bogor, Mediaperkebunan.id
Dengan penduduk 270,2 juta jiwa Indonesia harus mengamankan pasokan pangan. Selama ini Indonesia sangat tergantung pada padi, tanaman yang sangat sensitif terhadap cekaman dan boros energi. Pemerintah dengan segala daya upaya berusaha memproduksi beras supaya cukup dan nampak sudah kewalahan. Ketua Umum Peragi (Persatuan Agronomi Indonesia) M Syakir menyatakan hal ini.
Pemerintah saat ini sedang membuat food estate besar-besaran di Kalteng dan Sumba yang berbasis pada padi. “Kita harapkan food estate era sekarang berhasil dan tidak mengulang kesalahan masa lalu seperti 1 juta ha gambut di Kalteng dan Merauke food estate,” katanya.
Bagi Syakir yang sangat memprihatinkan adalah sumber karbohidrat nomor 2 masyarakat Indonesia saat ini adalah tepung terigu dalam bentuk mie, roti yang berasal dari gandum impor. Indonesia setiap tahun mengimpor 8 juta ton gandum untuk pangan dan 3 juta ton untuk pakan.
“Kondisi ini tidak bisa dibiarkan. Jangan terus menerus bertumpu pada padi, apalagi gandum, impornya harus berkurang. Indonesia tidak boleh bergantung pada pangan impor. Dulu makanan pokok masyarakat Indonesia bervariasi diantaranya adalah sagu,” kata Syakir lagi.
Sagu sangat potensial sebab sangat tahan terhadap cekaman, efisien, input energi rendah. Sagu juga tidak berkompetisi dengan tanaman lain yang bernilai ekonomi tinggi karena bisa ditanam di lahan suboptimal dengan input yang rendah. Indonesia punya lahan sagu sampai 5 juta ha yang bisa dimanfaatkan.
Dirjen Perkebunan Kasdi Subagyono menyatakan total luas hutan/kebun sagu di Indonesia 5.539.657 ha, paling besar Papua 4.749.424 ha, disusul Papua Barat 510 213 ha, .Maluku 60.000 ha, Sumatera 50.000 ha, Sulawesi 30.000 ha, Kepulauan Riau 20.000 ha, Kepulauan Mentawai 10.000 ha .
Sedang total areal yang dimanfaatkan 314.663 ha atau 5,79% dengan produksi 465.495 ton. Pemanfaatan terbesar di Papua 156.015 ha, Riau 74.364 ha, Maluku 38.844 ha, Aceh 6.860 ha, Kalimantan Selatan 6.510 ha, Kepulauan Riau 5.827 ha, Sulawesi Tenggara 4.570 ha, Maluku Utara 4.428 ha, Sulawesi Tengah 4.311 ha, Sulawesi Selatan 3.776 ha, Kalimantan Barat 2.430 ha, Papua Barat 2.356 ha, Sulawesi Utara 1.650 ha, Sumatera Barat 1.498 ha, Sulawesi Barat 1.197 ha dan Kalimantan Timur 27 ha.
Sagu diarahkan untuk mensubtitusi impor gandum 20% 2,14 juta ton gandum. Dengan produktivitas 3 ton/ha maka tepung sagu yang dihasilkan 2,4 juta ton. Ampas sagu juga diolah jadi etanol dengan target produksi 2,37 juta kl.
Target areal investasi sagu 800.000 ha di Papua 500.000 ha, Papua Barat 200.000 ha, Riau 50.000 ha, Sulawesi 20.000 ha, Maluku 30.000 ha. Tahap 1 tahun 2021 penataan sagu 200.000 produksi 600.000 ton, tahap 2 2022 penataan sagu 200.000 ha produksi 600.000 ton dan tahap 3 tahun 2023 400.000 ha dengan produksi 1,2 juta ton. Kebutuhan tenaga kerja dengan 4 orang/ha maka mencapai 320.000 orang. Calon integratornya adalah Sampoerna Agro dan ANJ.
Dari batang sagu dihasilkan 18 produk turunan. Batang sagu diolah jadi tepung dengan menyisakan ampas sagu dan kulit batang sagu. Tepung basah bisa dijadikan pepeda dan gula cair. Sedang dari tepung kering bisa dihasilkan mie sagu, beras sagu dan aneka kue.
Dari ampas sagu dihasilkan ethanol, pupuk dan pakan ternak. Ethanol bisa digunakan sebagai bahan kimia, biofuel atau farmasi. Sedang kulit batang sagu bisa diolah jadi briket untuk biomass.
Perbandingan tepung dan ampas adalah 1:6. Bila lahan sagu dengan luas areal 800.000 ha maka dihaslkan 2,4 juta ton tepung sagu dan 14,4 juta ton ampas sagu. Konversi ampas sagu menjadi etanol adalah 13% sehingga etanol yang dihasilkan bisa 2,377 juta kilo liter.