Jakarta, mediaperkebunan.id – Sagu menjadi pangan alternatif yang pemerintah dorong, terutama sebagai substitusi gandum. Apalagi kedua komoditas tersebut pangan lokal yang bisa dibudidayakan dengan baik di beberapa wilayah Indonesia.
Pakar Pangan Universitas Brawijaya, Sujarwo mendukung upaya jajaran Kementerian Pertanian (Kementan) dalam mengembangkan komoditas singkong, sagu dan sorgum sebagai komoditas pangan lokal yang bisa menjadi pengganti tepung dari gandum. Keduanya adalah komoditas strategis bagi Indonesia untuk dikuatkan perkembangannya dan menjadi salah satu penguat ketahanan pangan dan kapasitas ekonomi (hilirisasi).
“Saya kira ini langkah yang sangat tepat karena singkong, gandum dan sorgum merupakan komoditas asli Indonesia yang bisa dijadikan pengganti gandum,” ujar Sujarwo. Apalagi lanjutnya, Indonesia memiliki potensi subtitusi pangan lokal yang dapat dikembangkan secara luas di seluruh daerah.
Hal ini menjadi kunci sekaligus solusi dalam mengantisipasi kemungkinan adanya krisis pangan global. Kondisi geopolitik dunia dalam keadaan kurang baik, mengingat perang Rusia dan Ukraina terus berlangsung sehingga berdampak luas terhadap ketahanan pangan global. Termasuk kondisi pangan nasional yang memiliki kebutuhan gandum cukup banyak.
“Saya bilang ini langkah tepat karena kebutuhan pangan bisa kita penuhi dari dalam negeri. Saya juga melihat pertanian Indonesia sudah mulai berkembang mengingat semakin banyaknya intervensi teknologi dan mekanisasi,” kata Sujarwo.
Menanggapi hal tersebut maka Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkebunan, terus berupaya mendorong dan memberikan motivasi kepada para pekebun, termasuk pekebun sagu seluruh Indonesia.
Hal ini dilakukan agar mengembangkan, meningkatkan dan menjaga kualitas mutu komoditas perkebunan, termasuk produk hasil olahannya, agar bernilai tambah dan berdaya saing sesuai dengan standarisasi ketentuan yang berlaku.
Sehingga dalam hal ini agar tak hanya konsen ke hulunya saja namun juga hingga ke hillirnya termasuk produk yang bernilai tambah yang terus dikembangkan menjadi hasil olahan komoditas perkebunan yang siap konsumsi (ready to eat), serta berperan aktif mengikuti beragam promosi melalui pameran pangan di berbagai daerah maupun negara lainnya, membawa dan memperkenalkan sagu Indonesia ke mancanegara.
Trend gaya hidup sehat saat ini membuat olahan sagu semakin dilirik pasar global dan peluang usaha yang cukup besar. Tak dapat dipungkiri persaingan pasar begitu ketat, perlunya menciptakan inovasi dan kreasi dengan berbagai hasil olahan sagu, seperti mie sagu, beras sagu, tepung sagu, kue cemilan sagu/cookies dan lainnya.
Mengingat terus berkembangnya hilirisasi sagu maka kebun yang ada saat ini bisa memenuhi kebutuhan pangan, untuk itu perlu diperkuat melalui teknologi supaya dapat menghasilkan produksi dan produktivitas yang berkualitas dan bernilai tambah.
Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian (Kementan) Andi Nur Alamsyah berharap sagu dapat dikembangkan secara luas dan sebagai motor penggerak perekonomian negara. Artinya Kementan komit dalam mengembangkan komoditas andalan lokal untuk menguatkan kebutuhan pangan dalam negeri, diantaranya adalah pengembangan sagu.
Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar, Ditjen Perkebunan,Kementan, Hendratmojo Bagus Hudoro menambahkan, “sagu merupakan komunitas asli Indonesia dan sekarang ini sedang kita kembangkan di beberapa wilayah. Apalgi dengan mendorong komoditas sagu sama dengan memperkuat ketahanan pangan”