Meranti, Media Perkebunan.id
Luas kebun sagu di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau adalah 53.494 ha, terdiri dari kebun rakyat 39.494 ha (74%) dan kebun PT National Sago Prima (NSP) 14.000 ha (26%). Irwan Natsir, Bupati Kepulauan Meranti menyatakan hal ini.
Ketersediaan lahan sagu di Meranti sendiri 123.585 ha dengan potensi pengembangan seluas 70.091 ha. Perkiraan produksi 216.997 ton/tahun terdiri dari rakyat 204.997 ton/tahun (TM 22.503 ha) dan PT NSP 12.000 ton/tahun (4000 ha).
Kepulauan Meranti mempertahankan dan mengembangkan sagu karena lahannya sesuai, merupakan kerifan lokal dengan budidaya sudah turun temurun, optimalisasi lahan yang 80% gambut, sebagai pangan alternatif yaitu beras analog dan gula, sumber pendapatan masyarakat (pendapatan 1 ha kebun sagu Rp1,575 juta/bulan), kontribusi terhadap PDRB , ramah lingkungan.
Pemasaran sagu Meranti untuk ekspor adalah ke Jepang, Korea Utara, Malaysia dan Singapura. Sedang pasar dalam negeri Cirebon, Medan, Batam, Pekanbaru. Dominan dipasarkan dalam bentuk pati sagu 171.429 ton (99%), sedang dalam bentuk mie sagu 1.118 ton (1%). Produk lainnya dalam jumlah yang kecil sohun sagu baru 342 ton. Peluang pasar yang tinggi adalah gula dan beras analog tetapi masih perlu dukungan teknologi.
Saat ini di Meranti ada 68 unit kilang sagu, satu unit membutuhkan 300-500 tual/hari (batang masak yang sudah dipotong dengan ukuran tertentu, biasanya satu batang jadi 3 tual). Perputaran uang dari bisnis tepung sagu di Meranti adalah Rp1,362 triliun pertahun.
Permintaan sagu dari Selatpanjang untuk pasar Cirebon sangat tinggi, boleh dikatakan mendominasi. Permintaan Cirebon yang banyak pabrik kerupuk adalah 400.000 ton tepung sagu. Sedang produksi rakyat Meranti 239.085 ton dan PT NSP 12.000 ton sehingga sisanya dipenuhi dari daerah penghasil sagu lainnya.
Saat ini tepung sagu di Meranti selain diekspor dan keluar daerah, penggunaanya hanya sebagai bahan baku pangan olahan, belum ada yang menjadi bahan baku industri. Kulit sagu (ela) sebagian besar belum dimanfaatkan, hanya sebagian kecil yang dijadikan bahan bakar untuk pengeringan sagu. Ampas sagu (repu) dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan media tanam jamur tiram, tetapi belum dimanfaatkan optimal.
Sekitar 80% ela dan repu masih dibuang. Padahal kalau dijadikan pakan sapi, repu mampu memberi pakan 19.992 ekor/hari. Komsumsi 25 kg repu/hari mampu meningkatkan bobot sapi sampai 1 kg.
Masalah yang dihadapi adalah kualitas air untuk pengolahan sagu yang rendah sehingga tidak bisa menghasilkan tepung sagu yang putih bersih. Belum ditemukan teknologi yang bisa memperpendek masa panen. Kelembagaan petani sagu juga belum mantap.
Dibanding tahun 2003, terjadi peningkatan harga sagu pada tahun 2019. Harga tual ditingkat petani dari Rp15.000 menjadi Rp45.000, tepung basah dari Rp1500/kg menjadi Rp3500/kg dan tepung kering dari Rp2.200/kg menjadi Rp5.700/kg.
Pemkab minta ditetapkan sebagai Pusat Pengembangan Sagu Nasional dengan konsep Meranti sebagai kawasan cluster sagu nasional untuk mendukung MP31.Diharapkan dukungan pembinaan pekebun sagu melalui intensifikasi dan perbaikan budidaya untuk peningkatan produktivitas.
Harapan lainnya adalah penggunaan kultivar unggul berproduksi tinggi sehingga meningkatkan hasil usaha dan pendapatan. Bantuan unit pengolahan sagu rakyat skala kelompok dengan sentuhan teknologi modern untuk menghasilkan tepung sagu. Dukungan infrastruktur untuk kemudahan dalam pengelolaan kebun, pengolahan dan pemasaran produksi, termasuk sumber air bersih untuk olahan yang lebih baik. Sagu secara nasional harus dijadikan pangan alternatif pengganti beras.