Kendari, perkebunannews.com – Ditengah-tengah gencarnya pemerintah dalam melakukan peremajaan tanaman untuk tanaman-tanaman yang sudah tua, maka tanaman sagu bisa menjadi tanaman pelindung bagi tanaman yang sedang dieremajaan, terutama peremajaan di lahan yang basah.
Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian Antarjo Dikin membenarkan bahwa sagu tidak hanya sebagai makanan kesehatan, tapi juga sebagai tanaman pelindung bagi tanman lainnya. Hal ini karena sagu memiliki karalter tanaman yang berduri, maka tanaman sagu bisa ditanam di bagian luar tanaman budidaya.
“Sehingga dengan tanaman sagu yang berduri maka bisa melindungi dari hewan liar seperti babi, anjing ataupun lainnya,” terang Antarjo.
Tidak hanya itu, Antarjo mengakui, bahwa tanaman sagu juga baik untuk menyimpat air. Sebab tanaman sagu masuk dalam tanaman semi basah. Artinya tanaman sagu berguna bagi tanaman yang ada disekitarnya, sebab dapat menyimpan air.
Sebab sagu masuk dalam kategori tanaman agroforesty, sebab sagu ini bisa menahan tanaman lain. Dengan itu, masyarakat pada saat masuk musim kemarau tidak perlu buka lahan lagi karena tanaman sagu bisa juga dibikin seperti hutanisasi.
Bahkan tanaman sagu sangat efisien dalam penggunaan pupuk dan pestisida atau tidak ada perlakukan khusus. Ini karena tanaman sagu sama seperti tanaman pisang yang terus menghasilkan anakan. “Jadi selain menghasilkan makanan sagu juga menyimpan air, dan irit pemupukan” tegas Antarjo.
Kemudian, lanjut Antarjo, dalam satu pohon bisa menghasilkan 500 kiologram . Jadi jika harga sagu ditingkat petani berkisar Rp 3.000 – 5.000 per kilogram Rp 1.500.000 – 2.500.000 per tanaman. Sehingga jika konsumsi dalam negeri meningkat maka harga ditingkat petani akan lebih tinggi lagi.
Lebih dari itu, ulatnya pun dapat dikonsumsi dan dan bernilai tinggi. “Jadi dengan membuka pasar sagu sama saja dengan menigkatkan ekonomi petani,” terang Antarjo.
Bahkan, Antarjo mengakui The Food and Agriculture Organization (FAO)-pun sangat memberikan perhatian kepada budidaya tanaman sagu ini. Salahsatunya dibuktikan denganpemberian bantuan alat di Konawe Selatan.
Bahkan, Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi membenarkan bahwa ketahanan pangan sudah menjadi isu utama dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bukan hanya pada daerah dan nasional saja,
Artinya sagu bisa dijadikan salah satu pangan lokal yang menjadi bahan makanan pokok. Adapun untuk produksi sagu di Sultra saat ini mencapai 6.967 ton per tahun dengan luas areal 5.105 hektar. Namun lahannya semakin menyusut.
“Diperlukan upaya dan pengkajian yang sistematis dalam upaya peningkatan nilai tambah dari komoditas sagu melalui pengembangan model usaha agroindustri sagu yang berkelanjutan,” ungkap Ali.
Meski begitu, Ali mengakui saat ini Sultra produksi sagu di Sultra berada di Kota Kendari. Sagu Sultra tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi lokal masyarakat tetapi juga untuk memenuhi permintaan dari provinsi lain yang juga mulai meningkat.
“Dengan demikian, Indonesia berpeluang besar untuk dapat terus meningkatkan produksi pangan dan industri melalui peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, peningkatan indeks pertanaman, serta pemanfaatan sumber daya pangan lokal,” pungkas Ali. YIN