Sagu Baruk asal Kepulauan Sangihe cocok di lahan kering. Produksinya pun terbilang tinggi.
Di tengah perubahan iklim, sagu Baruk yang banyak tumbuh di Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara, dapat menjadi pilihan dalam pengembangan sagu. Varietas sagu ini dapat tetap tumbuh di lahan kering dengan produktivitas yang tinggi.
Varietas sagu Baruk ini dapat tumbuh baik pada ketinggian 0 – 700 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan kemiringan lereng 40 – 60 persen dan curah hujan sebanyak 2.500 – 4.000 milimeter. Di Pulau Sangihe sendiri, sagu Baruk umumnya tumbuh pada ketinggian 600 dpl dan tetap tumbuh baik pada lahan kering dengan topografi lereng terjal dalam bentuk rumpun.
Sagu Baruk ini juga tahan terhadap perubahan iklim. Hal ini dapat dilihat pada saat musim kemarau panjang, tanaman ini tatap tumbuh normal dan berproduksi. Sementara tanaman lain sulit tumbuh berkembang. Tanaman ini pun tidak memerlukan perlakuan khusus.
Hasil riset Balai Penelitian Tanaman Palma terhadap sagu Baruk sejak 2005 yang dilanjutkan observasi pada 2012 – 2014, pun menguatkan potensi keunggulan sagu asal Sangihe itu. Setidaknya ada tiga kecamatan yang menjadi pengamatan populasi tanaman sagu Baruk itu, yakni, Manganitu (Desa Pinebentengang), Tabukan Utara (Desa Bowongkulu), dan Tabukan Selatan (Desa Gunung). Tiga daerah tersebut merupakan sentra perkebunan sagu milik rakyat.
Dari tiga wilayah itu, sagu Baruk dari Desa Pinebentengang menunjukkan produksi pati sagut tertinggi dengan rata-rata produksi sagu basah 71,97 kg/pohon. Sedangkan sagu dari Desa Gunung menghasilkan 59,75 kg/pohon dan sagu dari Desa Bowongkulu memproduksi 42,21 kg/pohon.
Demikian juga dengan produksi pati sagu di Desa Pinebentengang yang mampu menghasilkan 34 – 123 kg. Sedangkan sagu dari Desa Gunung dapat memproduksi pati sagu berkisar 42 – 77 kg, dan sagu asal Desa Bowongkulu berkisar 27 – 53 kg. Tingginya produksi pati sagu Desa Pinebentengang itu kemungkinan besar disebabkan karakter jumlah anak daun yang tinggi sebanyak 108 helai. Sementara sagu dari Desa Gunung anak daunya sebanyak 81, dan Desa Bowongkulu 86 helai.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan Balit Palma dalam satu hektar sagu Baruk dapat diperoleh 48 rumpun dengan 109 pohon dewasa. Selain itu, sagu Baruk sudah siap penan sampai dua tahun berikutnya dan 138 pohon sagu muda dan 350 anakan untuk dijadikan benih. (YR)