Lahan petani sawit swadaya menyumbang sebanyak 41% atau 6,7 juta hektar dari jumlah lahan sawit di Indonesia yang berjumlah 16,8 juta hektar. Apabila dimanfaatkan dengan baik akan meningkatkan hasil produksi minyak sawit Indonesia sampai 7,5 ton per ha.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan hasil produksi petani swadaya adalah dengan mempunyai pabrik sawit sendiri. Selain itu, kepemilikan pabrik sawit ini akan turut meningkatkan kesejahteraan petani.
Seperti yang disampaikan oleh Petrus Tjandra, MBA selaku Direktur Utama PT Agro Investama Group yang mengatakan bahwa pendirian pabrik akan meningkatkan kekuatan posisi petani di industri sawit. Petani tidak perlu menjual kembali tandan buah segar (TBS) ke pabrik dengan harga jual yang tidak bisa dinego dan tidak begitu menguntungkan petani.
“Sebanyak 6,7 juta hektar sawit rakyat ini tidak punya pabrik sendiri. Ketika petani menjual tandan ke pabrik pun tidak bisa nego, belum lagi harganya dikurangi dengan kondisi tandan yang kurang bagus. Posisi petani swadaya saat ini sangat lemah,” ujar Petrus.
Adanya pabrik di dekat perkebunan juga akan mengurangi biaya transportasi dan waktu pengangkutan TBS ke pabrik yang jauh. Kualitas TBS pun dapat terjaga karena tidak dibiarkan terlalu lama sebelum diproses.
Biasanya petani akan memanen buah sawit yang belum matang karena takut busuk ketika dibawa ke pabrik lain. Padahal buah sawit yang belum matang mempunyai tingkat rendemen yang kurang tinggi hanya 14% – 18%. Sedangkan tingkat rendemen buah sawit yang matang bisa mencapai 24% – 30%.
Dengan mempunyai pabrik sendiri, nantinya petani dapat memilih waktu panen yang tepat dan melakukan manajemen kebun yang efisien. Hasil panen yang berkualitas nantinya akan meningkatkan hasil produksi minyak sawit yang lebih banyak lagi.
Pabrik sawit yang dibangun oleh petani di kebunnya sendiri dapat menerapkan teknologi dry process. Teknologi ini tidak menggunakan uap atau Steamless Palm Oil Technology (SPOT) sehingga menciptakan pabrik yang bersih dan tidak menghasilkan limbah. Pabrik SPOT tidak memerlukan air sehingga lokasi pabrik tidak perlu dekat dengan sumber air.
“Penerapan teknologi dry process tidak bergantung pada sumber air, tidak menghasilkan limbah cair, dan tidak membutuhkan lahan yang luas. Dengan begitu petani dapat mendirikan pabrik yang dekat dengan kebunnya,” terangnya.
Nantinya pabrik sawit akan dilengkapi dengan teknologi yang dapat meningkatkan efisiensi pekerjaan yakni detacher, dry heated, dan demesocarper. Petani pun dapat mengurangi kehilangan hasil (losses) saat minyak sawit diolah. Jumlah minyak yang dihasilkan nantinya akan lebih meningkat.

Petrus mengatakan bahwa sudah saatnya petani swadaya mempunyai pabrik dan mengelola hasil sawit sendiri. Petani akan mendapatkan dampak ekonomi yang lebih baik, meningkatkan daya saing, dan meningkatkan kesejahteraan petani.
“Saatnya petani sawit punya pabrik sendiri, dengan begitu mereka akan menjadi lebih sejahtera. Petani tidak akan lagi menerima harga TBS yang rendah karena harus dijual ke pabrik lain,” katanya
Sejalan dengan hal tersebut, Sabarudin selaku ketua Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) turut mendukung pabrik petani sawit milik petani. Hal itu dikarenakan banyak dampak positif yang dapat dirasakan oleh petani, mulai dari aspek ekonomis hingga teknis.
“Saya sangat mendukung pabrik petani sawit milik petani. Kepemilikan pabrik oleh petani sawit memberi kontrol penuh atas proses pengolahan, yang tidak hanya meningkatkan kuantitas tetapi juga kualitas produksi,” tambah Sabarudin.