Jika tidak sekarang kapan lagi? Komitmen tersebut terlontar oleh para stake holders rempah Indonesia untuk mengembalikan lagi kejayaannya yang dulu pernah diraihnya.
Terbukti, dahulu atau sekitar abad ke 15 bangsa Belanda datang ke Tanah Air ini karena memiliki hasil rempah-rempah yang melimpah ruah. Bahkan beberapa daerah di Indonesia telah dikenal sebagai penghasil rempah terkenal.
“Diantaranya Maluku sebagai produsen cengkeh dan pala dunia. Lampung dan Bangka Belitung sebagai pemasok utama pasar lada dunia. Sumatera Barat dan Jambi penghasil kayu manis, NTT penghasil kemiri serta Lampung dan Bali penghasil panili,” jelas Direktur Jenderal Perkebunan,Kementerian Pertanian, Bambang.
Bahkan, Bambang mengakui bahwa dikenalnya rempah asal Indonesia bukan tanpa sebab. Dikenalnya rempah asal Indonesia karena mempunyai cita rasa dan aroma spesifik yang diminati konsumen di pasar dunia.
Alhasil dengan dikenalnya rempah asal Indonesia, maka menjadikan rempah asal Indonesia menjadi ekonomis karena bisa dibarter dengan emas, sosiologis karena sebagai indikator kebangsawan dan politis karena penukaran kota jajahan.
“Saat itulah rempah kita sangat diminati pasar dunia, terutama Belanda yang menjadikan rempah kita sebagai komoditas perdagangannya,” ungkap Bambang.
Melihat hal ini, Bambang menyayangkan jika komoditas rempah di Indonesia bisa menurun, untuk itu pihaknya berkomitmen untuk kembali mendogkrak komoditas rempah Indonesia. Ini perlu dilakukan megingat tidak hanya negara yang diuntungkan dengan kembali mengangkat komoditas rempah, tapi juga berdampak kepada petaninya.
Terbukti, hingga saat ini harga pada komoditas rempah masih terbilang tinggi jika dibandingkan dengan komoditas perkebunan lainnya. Diantaranya, tembakau yang saat ini harganya sekitar Rp 50 ribu perkilogram, cengkeh sekitar Rp 115 ribu perkilogram, lada sekitar Rp 115 ribu perkilogram, dan pala Rp 120 ribu per kilogram.
Semuanya harga masih tinggi, tapi sangat disayangkan denagn harga yang tinggi produktivitasnya masih rendah. “Melihat hal ini maka kita berusaha untuk memperbaikinya,” janji Bambang. Berita selengkapnya ada pada Majalah Media Perkebunan edisi 155/Oktober/2016