Medan, mediaperkebunan.id – Muramnya perjalanan industri perkebunan karet di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) sangat berimbas pada kehidupan petani karet. Harga yang merosot terus membuat kesabaran para petani mulai habis.
“Harga yang tidak menentu dan berlangsung lama membuat kesabaran para petani karet semakin tipis. Petani yang tak sabar menanti pemulihan harga karet, banyak yang memutuskan untuk menggantinya ke tanaman sawit,” kata pengamat ekonomi asal kota Medan, Gunawan Benjamin.
Gunawan kepada Mediaperkebunan.id menyebut, perubahan sikap petani menjadi alasan industri pengolahan karet Sumut sulit bahan baku.
“Bayangkan, harapan para petani itu adalah setidaknya harga karet bisa di level $ 3 per kilogram (Kg), tetapi itu pun tak kunjung jadi kenyataan,” kata Gunawan Benjamin menambahkan.
Namun di saat yang sama di Pulau Sumatera, tuturnya lebih lanjut, kondisi berbeda justru ditunjukan oleh harga sawit. Trennya justru mengalami kenaikan dalam 40 tahun terakhir.
Gunawan Benjamin menyebut, dalam 10 tahun terakhir harga sawit naik dari RM 2.290 hingga RM 7.000 per ton. Meskipun saat ini ditransaksikan di kisaran RM 4.300 per ton.
Di sisi lain, Gunawan merasa cemas karena kinerja ekspor karet Tanah Air, baik dari sisi kuantitas maupun nominal mengalami penurunan.
“Secara rill dari 2012 ke 2023 terjadi penurunan kinerja ekspor karet Provinsi Sumut sekitar 27 persen,” ungkap pengajar di berbagai kampus ternama di ibukota Provinsi Sumut ini.
Plus, sambung Gunawan, industri karet Sumut juga menjadi penyebab melemahnya daya beli masyarakat di Sumut. Ia mengaku menemukan industri pengolahan karet yang mengalami penurunan utilisasi sampai jumlah tenaga kerja.