Sampit, mediaperkebunan.id – Praktisi dari Perhimpunan Praktisi Profesional Perkebunan Indonesia (P3PI), Marlon Sitanggang menyampaikan bahwa rendahnya hasil kebun sawit sering kali berakar dari kesalahan yang terjadi pada tahap awal, yaitu pembukaan lahan dan penanaman. Hal ini diungkapkannya dalam sesi pemaparan di hari kedua Teknis Kelapa Sawit (TKS) dan Field Trip Sampit.
“Kesenjangan hasil itu salah satunya disebabkan oleh pembukaan lahan dan penanaman yang tidak tepat. Banyak pembukaan kebun dilakukan secara asal, tidak mengikuti standar yang seharusnya,” ujar Marlon, Selasa (29/04/2025)
Ia menyebutkan bahwa penyebab utama dari kesalahan tersebut meliputi penggunaan bibit yang tidak berkualitas, jarak tanam dan pola tanam yang keliru, serta kepadatan tanaman (SPH) yang tidak sesuai. Selain itu, proses pembukaan dan persiapan lahan yang dilakukan secara tidak tepat, seperti kerusakan pada top soil dan tata letak lahan yang asal-asalan, juga memberi dampak jangka panjang.
“Kalau salah dari awal, satu-satunya cara memperbaiki adalah replanting. Jadi, jangan main-main dalam membuka lahan dan menanam,” tegasnya.
Marlon kemudian menjabarkan langkah-langkah replanting yang ideal, dimulai dari proses penumbangan pokok. Ia menyarankan penggunaan excavator PC200 untuk merobohkan pohon sawit tua ke arah gawangan hidup atau pasar pikul. Proses ini langsung diikuti dengan penggalian lubang bonggol berukuran 1,5 x 1,5 x 1 meter, yang dibiarkan terbuka selama satu bulan untuk membunuh inokulum Ganoderma melalui paparan sinar matahari.
“Bonggol dan akar tanaman lama jangan sampai masuk kembali ke dalam lubang. Itu bisa jadi sumber penyakit kalau tidak diurus dengan benar,” katanya.
Setelah itu, dilakukan proses pencacahan atau chipping batang dan bonggol dengan ketebalan maksimal 10 cm menggunakan alat berat. Marlon menekankan bahwa pisau pencacah harus memiliki sirip agar hasil cacahan bisa terbelah dua untuk mempercepat proses pelapukan, dan menghindari hama seperti Oryctes rhinoceros.
Proses ini dilakukan bersamaan dengan penanaman kacang-kacangan (MB) tahap pertama, sebanyak 600 MB per jalur dengan jarak 1 meter. Penanaman MB ini penting supaya lahan cepat tertutup dan bisa menekan perkembangan gulma maupun hama.
Setelah sebulan, lubang bonggol ditutup menggunakan excavator PC50. Tanah penutup diambil dari lokasi lain, bukan dari bekas galian, untuk mencegah genangan air. Penanaman MB tahap kedua dilakukan dengan menambah 900 MB dalam dua jalur, jarak antar tanaman 1,5 meter.
Pemeliharaan dilakukan dengan dangir atau penyiangan pada bulan ke 1, 2, dan 3, serta pemupukan LCC dengan pupuk NPK pada bulan ke 1, 2, dan 6. Penyemprotan gulma dilakukan setelah tanaman berumur 3 bulan.
Marlon juga mengingatkan pentingnya pembuatan teras di lahan tidak rata. Teras dibuat dengan backslope 10-12 derajat dan lebar 4 meter, tidak menembus ke jalan, serta memiliki jarak antar dinding minimal 7,5 meter.
“Teras harus diakhiri dengan jalan. Jika ada area yang tidak bisa ditanami, jangan dipaksakan karena bisa menjadi titik rawan banjir,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa replanting sawit tidak boleh dilakukan serempak dalam satu hamparan luas. Pola tanam selang-seling harus dipertahankan agar populasi serangga penyerbuk alami seperti Elaeidobius tetap terjaga.
Proses terakhir adalah pembuatan lubang tanam dan penanaman bibit yang dilakukan saat musim hujan. Bibit diberi 100 gram trichoderma di dasar lubang dan NPK 15-15-6 sebanyak 200 gram di sekeliling tanaman.
Dengan tahapan replanting yang tepat, Marlon berharap produktivitas kebun sawit dapat meningkat dan risiko serangan penyakit maupun kegagalan tanam bisa ditekan.