Bogor, mediaperkebunan.id – Areal perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh perusahaan pasti ada lahan marjinal yang tidak bisa ditanami sawit. PTPN III Holding dengan luas lahan 534.000 ha ada 20% lahan marjinal.
“Kita konsultasi pada Prof Bungaran tentang lahan ini. Prof menyarankan reforestasi. Reforestasi lahan marjinal di areal perkebunan kelapa sawit ini mendukung tata kelola sawit berkelanjutan,” kata Mohammad Abdul Ghani, Direktur Utama PTPN III Holding pada “80 Tahun Prof. Bungaran Saragih : Revisit Pemikiran Agribisnis sebagai Dasar Starategi Re-Industrialisasi.
Perkebunan kelapa sawit yang sudah lakukan reforestasi ini mendapat sertifikat ISCC (International Sustainable and Carbon Certification) . Saat ini setiap tahun PTPN mendapat Rp200 miliar dari harga premium ISCC.
Karena itu Ghani mengusulkan pemerintah mewajibkan pemegang HGU mereforestasi lahan marjinal baik melalui UU, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Keputusan Menteri. Sekitar 52% kebun sawit dikuasai perusahaan perkebunan swasta (8,81 juta ha) dan PTPN 560.000 ha. Sekitar 20% merupakan areal marjinal atau 2 juta ha yang dapat direforestasi dengan tanaman hutan lain.
Areal kritis di hutan produksi dipetakan, menurut data BPS tahun 2022 ada 12,8 juta ha terdiri dari Papua 4,12 juta ha, Kalteng 2,54 juta ha, Papua Barat 1,47 juta ha, Maluku 1,32 juta ha, Riau 1,19 juta ha dan daerah lain 2,15 juta ha. Areal seluas ini diverifikasi dengan citra satelit dan dapat jadi landbank untuk perluasan areal kelapa sawit dan direhabilitasi menjadi kawasan hutan lestari.
FAO mendefinisikan hutan sebagai lahan dengan luas minimal 0,5 ha ditumbuhi tumbuhan yang setelah dewasa memiliki tinggi 5 meter dan dengan naungan lebih dari 10%. Mengacu pada definisi ini maka kebun sawit termasuk bagian dari hutan. Dengan stok karbon tinggi penanaman sawit di lahan gundul disebut reforestasi. Karena itu perlu diberlakukan kembali Peraturan Menteri Kehutanan nomor P 62 tahun 2011 yang menyebutkan “tanaman sawit termasuk dalam hutan tanaman berbagai jenis”.