Jakarta, mediaperkebunan.id – Sekretariat CPOPC menyelenggarakan putaran ketiga Smallholder Outreach Program (SOP) yang menghadirkan para perwakilan petani kecil kelapa sawit di Afrika. Pertemuan virtual diikuti oleh lebih dari 35 perwakilan lembaga dan organisasi petani kecil kelapa sawit di Ghana, Nigeria, Madagaskar, Pantai Gading, Malawi, dan Tanzania.
Perwakilan petani kelapa sawit Indonesia dan Malaysia juga turut serta dalam kegiatan ini. CPOPC menginisiasi penyelenggaraan SOP sebagai wadah para petani kecil kelapa sawit dari sejumlah negara penghasil minyak sawit di kawasan Asia Pasifik, Amerika Latin dan Amerika Tengah, dan Afrika untuk bergabung dan membentuk jaringan komunikasi global dalam mendukung industri kelapa sawit yang membantu kepentingan para petani kecil termasuk dalam konteks mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) 2030.
Deputi Direktur Eksekutif CPOPC Dupito D. Simamora menyampaikan pada sambutan pembuka bahwa pendirian CPOPC tidak lepas dari realita sejarah bibit sawit dari Afrika yang membuat Indonesia dan Malaysia kini menjadi penghasil 85 persen produksi minyak sawit dunia. “Tetapi pendirian CPOPC bukan hanya untuk mewakili kedua negara melainkan kepentingan seluruh negara-negara penghasil kelapa sawit, termasuk di Afrika. Kami akan membantu dukungan kapasitas dan kesejahteraan para petani kecil di seluruh dunia termasuk wadah untuk saling berbagi, praktik baik, kapasitas, harga yang lebih baik dan mekanisme penentuan harga dan pada saat yang sama menangkal kampanye negatif terhadap kelapa sawit,” Kata Dupito.
Sejumlah perwakilan peserta menyampaikan tantangan perkembangan sektor kelapa sawit di Afrika. Perwakilan Oil Palm Development Association of Ghana (OPDAGH) Kwame Amo menyatakan, “selain akses finansial, pasokan pupuk juga menjadi kendala karena petani seringkali menempuh perjalanan jauh untuk mendapatkannya. Kami berharap Dewan akan memberikan dukungan pengembangan untuk para petani kecil karena kami mengendalikan 60 persen produksi (minyak sawit).”
Utusan National Palm Produce Association of Nigeria (NPPAN), Duta Besar Alphonsus Inyang menyampaikan dampak lain dari kendala akses finansial bagi petani kecil Nigeria.
“Sulitnya akses finansial membuat petani tidak mampu membeli mesin produksi yang mahal. Kelapa sawit di Nigeria itu pasar yang bias dan membuat petani menjual dengan harga rendah sementara biaya produksi tinggi,” kata Ambassador Alphonsus.
Para peserta menyampaikan apresiasi atas inisiatif CPOPC menyelenggarakan SOP dan harapan untuk mengatasi masalah bersama yang dialami oleh para petani kecil kelapa sawit melalui wadah ini. Perwakilan dari Malawi, yang merupakan Konsul Kehormatan Indonesia di Malawi, meminta bantuan dalam pengembangan industri kelapa sawit yang memiliki potensi besar di Malawi.
Perwakilan the Côte d’Ivoire Interprofessionnel Association of the Palm Oil Industry (AIPH), Abdoulaye Berte berharap inisiatif ini akan membuka peluang meraih pengalaman dalam memperbaiki harga sawit.
“Dengan memperbaiki harga sawit maka akan juga memperbaiki harga tandan segar sawit dan membantu penghasilan petani kecil. Kami berharap melalui inisiatif ini, para partisipan akan berbagi pengalaman dalam produktivitas hasil,” kata Abdoulaye.
Pertemuan bulanan yang mempertemukan sejumlah pemangku kepentingan di Côte d’Ivoire dinilai mampu mengatasi berbagai hambatan yang dihadapi petani kecil termasuk mekanisme harga. Hal ini merupakan praktik baik yang dapat diterapkan di negara lainnya dimana harga ditentukan secara sepihak oleh pembeli atau pabrik.
Menanggapi permintaan salah seorang partisipan dari Madagaskar, Abdoulaye menyatakan, lembaga kelapa sawit mereka juga bersedia membantu negara-negara lain dalam pengadaan bibit bersertifikat.
Direktur Eksekutif CPOPC Tan Sri Yusof Basiron mengatakan dalam sambutan penutup kegiatan bahwa negara-negara penghasil minyak sawit telah mendapat anugrah dengan mampu membudidayakan kelapa sawit. Produktivitas kelapa sawit telah memperbaiki kualitas kesejahteraan bukan hanya untuk negara dan rakyat penghasil kelapa sawit tetapi juga konsumennya. “Dunia akan membutuhkan lebih banyak minyak sawit di masa depan. Inilah satu-satunya minyak nabati yang mampu mengimbangi pertumbuhan permintaan dunia,” Kata Tan Sri.
Putaran pertama penyelenggaraan SOP digelar bulan lalu dengan dihadiri oleh 42 perwakilan petani kelapa sawit di Asia Pasifik seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, India dan Papua Nugini. Putaran kedua merupakan sesi untuk kawasan Amerika Tengah dan Amerika Latin dengan partisipan yang hadir dari Kolombia, Ekuador, Honduras, Guatemala, dan Meksiko. Kegiatan ini dilaksanakan pada 8 September lalu. (YIN)