Bogor, Mediaperkebunan.id
Pusat Studi Sawit IPB University merupakan ikhtiar dari IPB untuk memberi sumbangan bagi kemajuan sawit di Indonesia, baik aspek lingkungan, inovasi teknologi maupun aspek-aspek sosial ekonomi. Arif Satria, Rektor IPB University menyatakan hal ini pada Peluncuran Buku Sawit Untuk Negeri dan Peresman Pusat Studi Sawit IPB University.
Kelapa sawit baik aspek hulu maupun hilir penting dikembangkan lewat inovasi. Inovasi IPB pada hulu adalah Preciplam yang meningkatkan efisiensi pemupukan 30-40%. Dengan foto satelit maka kandungan kandungan unsur hara kebun bisa dipetakan secara terperinci.
Tidak cukup sampai disini untuk lebih meningkatkan efisiensi maka diciptakan robot yang melakukan pemupukan secara presisi. Pemupukan presisi sulit dilaksanakan manual karena kebutuhan tiap titik berbeda-beda. Robot pemupukan ini terkoneksi dengan satelit bisa memupuk secara tepat sesuai kebutuhan setiap titik dalam kebun.
“Kita gunakan kemajuan teknologi untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas di kebun sawit. Apalagi komponen biaya produksi terbesar dalam perkebunan kelapa sawit sawit salah satunya adalah pemupukan,” katanya.
Inovasi lainnya pada hulu adalah alat untuk menguji apakah benih kelapa sawit yang digunakan merupakan varietas unggul dari produsen kecamabah bersertifikat atau bukan. Alat uji ini akan dibuat sederhana seperti rapid test pada Covid-19. Di Amerika Serikat alat ini sudah ditemukan untuk tanaman lain dan IPB sedang membuat untuk kelapa sawit.
“Alat uji ini penting sebab bila tidak mampu menjamin keaslian benih akan menjadi masalah, terutama bagi perkebunan kelapa sawit rakyat. Sawit merupakan tanaman tahunan, ketika sudah ditunggu 3-4 tahun ternyata produksinya jelek maka akan menimbulkan kerugian,” kata Arif lagi.
Inovasi lainnya adalah manajemen hama penyakit berbasis IoT sehingga bisa mengendalikan hama penyakit lebih efektif dan efisien. Semua inovasi ini ditujukan untuk memperkuat produksi tanaman.
“Aspek hilir sudah semakin banyak yang dihasilkan. Sawit ini mirip kelapa yaitu mempunyai kegunaan yang banyak sekali. Kelapa sudah dijadikan lambang Pramuka sedang sawit belum dijadikan lambang apapun,” katanya.
Padahal sawit juga sama, dari mesocarp dan biji bisa dihasilkan minyak. Limbahnya bisa untuk pakan, cangkang untuk bahan bakar broiler, tandan kosong dijadikan pupuk dan produk lain. Dari batang sawit yang ditumbang ketika peremajaan bisa banyak produk yang dihasilkan.
IPB sudah menghasilkan rompi anti peluru dan helm yang dihasilkan dari limbah sawit. Sekarang sedang dalam proses penelitian untuk menghasilkan baju dan jaket dari limbah sawit yang anti luntur dan panas.
“Limbah sawit juga bisa digunakan untuk membuat gula kualitas industri. Ini pernah ramai dulu seolah-olah bisa membuat gula dari minyak sawit padahal dari limbah. Indonesia selama ini banyak mengimpor gula kualitas industri, dengan limbah sawit bisa diatasi,” katanya.
Menurut Arif gula yang berasal dari tebu merupakan gula generasi pertama. Gula generasi keempat bisa dihasilkan dari kulit singkong, batang singkong dan limbah kelapa sawiit.
“Teknologi 4.0 bukan sekedar digilitalisasi. Digitalisasi sangat penting, juga bagaimana menemukan material baru untuk menggantikan material yang selama ini digunan yang berasal dari biomassa.. Masa depan Indonesia dan dunia bersumber dari biomassa. Karena itu agromaritim akan menjadi tulang punggung kehidupan, bukan sekedar tulang punggung ekonomi,” katanya.
Biomassa bisa dijadikan apa saja dan ditemukan lewat ilmu pengetahuan. Tugas ilmuwan aalah menemukan material baru dari biomassa. Dunia biomassa adalah masa depan dan IPB akan konsisten terus pada bidang ini.