2021, 1 Agustus
Share berita:

Jakarta, Mediaperkebunan.id

Saat ini petani mengeluh karena naiknya harga pupuk non subsidi juga pestisida terutama herbisida yang banyak digunakan di perkebunan. Menghadapi situasi ini menurut Ardi Praptono, Direktur Perlindungan Perkebunan, Ditjen Perkebunan, maka sudah saatnya petani perkebunan masuk ke pertanian organik.

Hal ini terutama untuk komoditas yang dikonsumsi baik sebagai minuman, pangan maupun bumbu dan bahan baku obat/jamu seperti kopi, kakao, rempah, mete, teh, lada, pala, kelapa. Produk organik propsek pasarnya cerah terutama membidik pasar Eropa yang sudah mentargetkan pengurangan emisi 50% tahun 2030 dan 0% tahun 2050.

Bertani organik memang tidak mudah, perlu usaha lebih keras dibanding pertanian konvensional, tetapi produknya bernilai tambah tinggi. Bukan pasar ekspor saja yang butuh organik, pasar dalam negeri sendiri kecenderungannya semakin meningkat. Konsumen organik di dalam negeri adalah konsumen dengan daya beli tinggi. Pasar produk organik dunia tumbuh 15%/tahun.

Pertanian organik harus menggunakan pupuk organik yaitu pupuk kandang dan limbah tanaman dengan proses komposting. Karena itu untuk program desa organik berbasis perkebunan, Ditjenbun memberi bantuan hewan ternak dan pengolahan kompos.

Pengendalian OPT juga menggunakan agen hayati dan pestisida nabati. Ditjenbun sudah membuat bimbingan teknis untuk membuat pestisida nabati dan penggunaan agen hayati. Petani bisa menggunakan tanaman yang ada disekitarnya untuk membuat pestisida nabati dan agen pengendali hayati.

Pertanian organik adalah pertanian yang bersahabat dengan iklim, bukan pertanian yang menyebabkan perubahan iklim. Dengan pertanian organik, Indonesia ikut aktif dalam upaya mengatasi perubahan iklim dunia.

Desa organik yang sudah dibentuk Ditjenbun diarahkan untuk memperoleh sertifikat organik. Dengan sertifikasi organik maka produk-produk desa organik ini diakui oleh masyarakat internasional dan memudahkan ekpor. Sertifikasi organik dilaksanakan oleh lembaga sertifikasi organik yang sudah terakreditasi. Bantuan Ditjenbun adalah pembiayaan proses sertifikasinya.

Baca Juga:  Berlimpahnya Produk Perkebunan Mewarnai Agrofood Expo

Sedang untuk petani karet dan kelapa sawit yang memang tidak bisa organik, pengendalian gulma dengan tanaman penutup atau manual bila harga herbisida naik. Pupuk kombinasi pupuk kimia dengan organik seperti pelepah sawit, tandan kosong, limbah pabrik sawit juga dengan pembenah tanah berbahan baku hayati. Pengendalian OPT bisa menggunakan musuh alami. Integrasi ternak dengan sawit juga merupakan alternatif. Dengan cara seperti ini keragaan tanaman terjaga, produksi juga terjaga dan tanah semakin sehat, juga ada pendapatan tambahan dari ternak.