Surabaya, Mediaperkebunan.id
PTPN X melakukan pengkajian pada lahan HGU yang dimiliki untuk mengetahui variabel yang mempengaruhi pencapaian produksi dan kontribusi. Hasilnya 25,5% adalah air, 22,5% pola tanam, 15% tebang muat angkut, 14,5% pupuk berimbang dan bahan organik. Aris Toharisman, Direktur PTPN X menyatakan hal ini.
Perbaikan dilakukan dengan penyediaan air. Pola tanam tebu Jatim 80% sebagian besar pola B yaitu penanaman bulan September – Desember. Padahal gula terbentuk secara optimal bila ada perbedaan suhu maksimum dan minimum dan hal ini bisa dicapai kalau penanaman April-Juni. Sekarang tebu PTPN X mengarah ke pola A semua. Manajemen tebang angkut juga diperbaiki, sedang kebun dilaksanakan pemupukan berimbang dan pemberian bahan organik.
Jawa Timur yang merupakan produsen gula terbesar di Indonesia, luas areal tebunya 42% dari total luas areal tebu nasional, produksi tebu 46,4% dari nasional dan produksi gula 45% dari produksi nasional. Berdirinya 2 PG baru berkapasitas besar ternyata tidak mampu meningkatkat produksi gula, bahkan dibanding tahun 2019 malah menurun.
Penyebabnya adalah pembangunan PG baru tidak disertai pengembangan areal yang memadai padahal regulasi mewajibkan untuk menyediakan lahan yang dikelola sendiri minimal 20%. Penyebab lainnya adalah penyusutan lahan, alih fungsi lahan dan penurunan produktivitas. Animo bertanam tebu juga semakin menurun karena kalah berkompetisi dengan tanaman lain. Masalah ini harus segera diselesaikan.
Penurunan jumlah tebu dan peningkatan kapasitas PG di Jawa Timur menyebabkan persaingan tebu giling semakin ketat. Rata-rata hari giling PG di Jawa Timur berkurang dari 152 hari tahun 2014 menjadi 93 hari pada tahun 2020, sedang yang ideal PG beroperasi 130 hari. Kondisi ini menyebabkan harga tebu di level petani melonjak tajam sehingga secata tidak langsung terjadi perang harga antar pabrik gula.
Di Indonesia sendiri dalam 6 tahun terakhir terjadi penurunan luas areal, produksi tebu dan gula. Tahun 2014 luas areal nasional 477 ribu ha, produksi tebu 33,7 juta ton, produksi gula 2,6 juta ton sedang tahun 2020 luas areal 411 ribu ha (turun 2,5%/tahun), produksi tebu 27,7 juta ton (turun 3,2%/tahun), produksi gula 2,1 juta ton (turun 3,6%/tahun).
Di Jawa sendiri luas lahan tebu tahun 2014 313 ribu ha, produksi tebu 21,9 juta ton, produksi gula 1,6 juta ton sedang tahun 2020 luas lahan 229 ribu ha (turun 5,1%/tahun), produksi tebu 15,9 juta ton (turun 5,2%/tahun), produksi gula 1,3 juta ton (turun 3,8%/tahun). Di Jawa Timur sebagai produsen gula utama nasional luas lahan tahun 2014 225 ribu ha, produksi tebu 16,5 juta ton, produksi gula 1 juta ton, sedang tahun 2020 luas lahan 175 ribu ha (turun 4,1%/tahun), produksi tebu 12,9 juta ton (turun 3,9%/tahun), produksi gula 0,94 juta ton (turun 1,7%/tahun).
Produksi gula dunia sendiri tahun 2020 diperkirakan mencapai 188,1 juta ton, kontribusi Indonesia hanya 1,1%. Produksen gula dunia masuk dalam kategori High Oligopoli karena 4 negara yaitu Brasil, India ,Uni Eropa dan Thailand berkontribusi 55% produksi gula dunia.
Ekportir gula terbesar adalah Brasil dengan ekspor 28,9 juta ton, disusul Thailand 11 juta ton, India 5 juta ton dan Australia 3,5 juta ton. Sedang importir gula terbesar di dunia adalah Indonesia dengan impor 4,7 juta ton, China 4,2 juta ton, Amerika Serikat 3,1 juta ton dan Banglades 2,5 juta ton. Produksi gula nasional sendiri hanya 2,1 juta ton sehingga harus mempersiapkan diri untuk memenuhi permintaan gula domestik yang semakin meningkat.