Kerja keras PT Mutuagung Lestari sebagai lembaga sertifikasi internasional tidak sia-sia. Hal ini karena sebagai lembagai sertifikasi swasta tertua akhirnya telah diakui oleh Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (United States, Environment Protection Agency atau EPA).
Ditengah-tengah gencarnya sertifikasi, kini PT Mutuagung Lestari telah mendapat mengakuan dari EPA untuk melakukan pengujian dan sertifikasi produk berbasis kayu untuk pasar Amerika Serikat, dari sisi kesesuaian terhadap persayaratan emisi formaldehida. Bahkan PT Mutuagung Lestari sebagai satu-satunya lembaga sertifikasi yang mewakili Indonesia di Asia dan Australia dalam melaksanakan perannya sebagai Third-Party Certifier.
“Tidak hanya kami, Indonesia secara umum diuntungkan dengan diperolehnya pengakuan ini, karena setiap kayu komposit yang akan di ekspor ke Amerika Serikat harus melewati pengujian dan sertifikasi dari Mutu Certification International, dengan harga yang lebih kompetitif,” kata Direktur Utama PT Mutuagung Lestari, Arifin Lambaga.
Pengakuan dari EPA ini, menurut Arifin karena dukungan dari Komite Akreditasi Nasional/Badan Standardisasi Nasional dan Kedutaan Besar Indonesia di Amerika Serikat, serta Asosiasi Pengusahan Indonesia (APINDO).
Tidak hanya itu, Arifin berkomitmen, juga akan mensosialisasikan sertifikat Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) ke mancanegara serta mendorong pelaku usaha untuk melakukan sertifikasi. Hal ini perlu dilakukan mengingat asing sangat membutuhkan minyak kelapa sawit atau crude pal oil (CPO) beserta turunannya yang bersertifikasi sustainable.
Artinya semakin tinggi permintaan, maka mau tidak mau kebun-kebun yang belum disertifikasi harus segera dilakukan sertifikasi. Namun untuk melakukan sertifikasi tersebut tidaklah semudah membalikan tangan, terutama pada lahan perkebunan kelapa sawit milik petani.
Disisi lain, saat ini komposisi perkebunan kelapa sawit milik petani cukup luas. Berdasarkan catatan Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian bahwa luas perkebunan kepala sawit mili petani mencapai 40 persen dari total luas perkebunan kelapa sawit yang saat ini mencapai 11,9 juta hektar. Sedangkan perkebunan milik petani yang sudah mendapatkan sertifikat ISPO baru dua tempat, yaitu satu lahan milik petani swadaya melalui asosasi dan satu lagi milik petani plasma melalui KUD.
Melihat angka tersebut maka sudah seharusnya perkebunan milik petani harus dengansegera dilakukan sertifikasi ISPO. “Jadi memang ada beberapa hal yang memperhambat sertifikasi ISPO milik petani,” risau Arifin.
Hambatan Petani
Diantaranya, lanjut Arifin, pertama masalah legalitas lahan. sebab harus diakui bahwa lahan petani ini belum jelas letak lahan kepemilikannya. Kedua, masalah pembiayaan kepada petani, sedang dana petani terbatas untuk melakukan sertifikasi.
“Memang ada banyak yang membantu pendanaan petani untuk melakukan sertifikasi ISPO, tapi bantuan tersebut rata-rata diujungnya saja,” keluh Arifin. Seharusnya, Arifin menyarankan, “bantuan pendanaan adalah di pembinaan dan kepengurusan sertifikat lahan atau di hulu. Sebab permasalahnnya banyak di hulu”.
Bantuan Harus Dikoordinir
Menyikapi permasalahan ini, Arifin juga berharap ada keterpaduan dalam memberikan bantuan kepadapetani untuk emlakukan sertfikasi ISPO ini. Artinya harus ada yang mengkoordinir bantuan-bantuan tersebut. Melalui koordinasi, maka bantuan yang diberikan kepada petani akan lebih maksimal.
Alhasil, bukan tidak mungkin sertifkasi ISPO kepada lahan milik petani akan berjalan dengan cepat.
Sebab mengkoordinir bantuan ini tidaklah sulit. Sehingga jika ada yang ingin membantu masalah sertifikasi lahan, pembentukan koperasi, pembinaan, hingga dannya bisa ditampung dalam satu pintu dan bisa disalurkan ke petani-petani.
“Jadi saya berharap ada yang megkoordini bantuan-bantuan kepada petani, dengan begitu maka bagi siapapun yang ingin membantu petani tidak lagi langsung kepada petani. Maka dalam hal ini memberikan bantuan jangan lagi sendiri-sendiri,” himbau Arifin.
Disisi lain, Arifin mengakui, dengan banyaknya produk turunan yang dihasilkan dari CPO, maka kedepan diharapkan ada sertifikat ISPO untuk produk hilir. Bahkan kabarnya Komisi ISPO pun saat ini sedang menggodok untuk sertifikat ISPO pada produk hilir. Sehingga tinggal bagaimana memaksimalkannya.
“Artinya kita sebagai lembaga sertifikasi sangat mendukung jika sertifikast ISPO diberlakukan juga untk produk hilir, dan kita telah siap,” tegas Arifin.
Sekadar catatan, PT Mutuagung Lestari telah melakukan sertifikasi ISPO sekitar 90 sertifikat, dan ditargetkan untuk akhir 2017 ini bisa menembus diatas 100 sertifikat ISPO. Hal ini karena PT Mutuagung Lestari merupakan lembaga sertifikasi swasta pertama di Indonesia yang telah berdiri semenjak tahun 1990, dan hingga kini telah memiliki cabang di Medan, Batam, Pekanbaru, Pelambang, Semarang, Surabaya, Pangkalan Bun, Samarinda dan Makasar, juga telah memiliki cabang di China, Jepan, Malaysia dan Vietnam. YIN