JAKARTA, Mediaperkebunan.id – Penggunaan biodisel terus ditingkatkan dengan mengoptimalkan produksi bahan bakar nabati (BBN ) dalam negeri. Dengan kebijakan tersebut diharapkan pada 2027 Indonesia tidak lagi impor BBM sehingga bisa menghemat devisa serta dapat meningkatkan kesejahteraan petani sawit melalui program mandatory BBN.
Demikian dikatakan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam webinar “Menjaga Keberlanjutan Mandatori Biodisel: Indonesia Menuju B40, di Jakarta, Selasa (30/11).
Menurut Arifin, implementasi biodisel berjalan sukses selama 15 tahun. Bahkan dalam pemanfaatan biodisel dengan bleending rate 30 persen, beberapa waktu lalu sudah diuji coba bio avtur pada pesawat penerbangan tujuan Bandung ke Jakarta sebaliknya.
“Ternyata hasilnya cukup memuaskan, sehingga kita harus bisa meningkatkan. Jadi ada sektor baru yang kita bangun dengan memanfaatkan keunggulan-keunggulan alam,” ujar Arifin.
Saat ini, lanjut Arifin, pihaknya bersama pihak terkait tengah menyusun rencana strategi pengembangan B40 dengan menerapakan bahan bakar hijau. Beberapa strategi yang dilakukan mencapai target pengembangan BBN antara lain pengembangan green disel melalui co prosesing dan stand alone refeneris di kilang Pertamina.
Selain itu, kata Arifin, pengembangan bensin sawit rakyat yang melibatkan smallholder dan koperasi saat ini sedang disiapkan percobaan pilot demonstration plant di Bandung yang nantinya akan menghasilkan unit-unit kecil. Diharapkan nantinya bisa dipakai di daerah-daerah menggunakan bahan baku sawit masyarakat.
Program mandatori BBN merupakan program strategi nasional yang bertujuan dan memiliki dampak yang siginifikan yaitu memenuhi komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen pada 2030.
Program itu juga, kata Arifin, meningkatkan ketahanan kemandirian energi, memberikan kestabilan harga CPO, meningkatkan nilai tambah melalui hilirisasi industri kelapa sawit.
Menteri ESDM juga menyatakan, program mandatori biodisel dapat mengurangi konsumsi dan impor BBM serta memperbaiki neraca perdagangan dan meningkatkan kesejahteraan petani. Bahkan bebarapa waktu terakhir harga CPO mengalami kenaikan yang diikuti peningkatan harga TBS.
“Tentu saja ini akan memberikan manfaat kesejahteraan bagi masyarakat dan pengusaha perkebunan sawit skala kecil,” ujar Arifin.
Arifin menyebutkan, secara total diperkirakan pekerja yang terserap di industri biodisel mencapai 900 ribu orang. Sedangkan penurunan gas emisi rumah kaca dari B30 di tahun 2021 diperkirakan mencapai 24 juta ton Co2 emisi.
Berdasarkan data terdapat 2,7 juta KK petani sawit di Indonesia. “Program mandatori biodisel ini menciptakan pasar baru, dan menstabilkan harga CPO, diharapkan dapat mejaga harga TBS di masa-masa mendatang sehingga terpenuhinya rasa keadilan,” papar Arifin.
Sementara itu, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mengatakan, sejak dimulainya program mandatori biodiesel dari bauran 10 % (B10) hingga B30, serapan biodiesel di dalam negeri semakin meningkat.
Dari sisi produksi, kata Dadan, target pada 2020 terealisasi 8,4 juta kilo liter (Kl) yang melebihi target. Sedangkan pada 2021 hingga akhir November sudah 8,1 juta Kl dari target 9,2 juta Kl. Dalam satu bulan ke depan diproyeksikan naik, bahkan diperkirakan melebihi target.
“Dari proyeksi kami untuk satu bulan ini memang mengalami kenaikan yang cukup besar dari sisi konsumsi BBM, khususnya B30 di masyarakat. Kami melihat pada 2021 akan melebihi target 9,2 juta KL,” jelas Dadan.
Menyangkut B40, Dadan menjelaskan, dari hasil kajian teknis ada empat komposisi penggunaan B40, yakni pertama dengan menggunakan FAME spesifikasi saat ini atau B30, lalu ditambah Ethil Oil 10%, atau dengan B30 + HVO 10%.
Kementerian ESDM, lanjut Dadan, terus mendorong bagaimana biodisel ini bisa berkelanjutan dengan menginisiasi penerapan Indonesian bio energi sustainability indicator. Tahun ini sedang ujicoba pada tiga perusahaan dari sisi produsen.
Direktur Penyaluran Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Edi Wibowo menyebutkan, realisasi pendanaan penyaluran biodisel sejak 2015 hingga 2021 terus meningkat cukup signifikan dari 0,4 juta Kl (2015) menjadi 7,9 juta Kl (Nov 2021). Sedangkan kontribusi pajak pendapat negara hingga 2021 mencapai Rp 4 triliun.
Edi mengatakan, penggunaan biodiesel dari sawit sejak 2015 hingga saat ini tercatat mencapai 31,4 juta kiloliter (Kl). Dari jumlah itu pajak yang sudah disetor ke negara sebesar Rp 8,99 triliun.
Menurut Edi, kebijakan mandatori biodiesel berdampak positif seperti pengurangan emisi gas rumah kaca 46,95 juta ton CO2 equivalent. Nilai tambah industri hilir sawit juga naik sebesar Rp 45,53 triliun. Demikian juga stabilisasi harga CPO dan penyerapan tenaga kerja.
Terkait implementasi program mandatori B40, Edi mengatakan, perlu diperhatikan sejumlah hal diantaranya kapasitas produksi DPME (Distilled Palm Oil Methyl Ester) dan HVO (Hydrogenated Vegetable Oil) belum mencukupi untuk perencanaan B40 secara nasional. Demikian juga dari sisi ekonomi.
Menurut Edi, keberlanjutan industri sawit juga sangat tergantung di sektor hulu. Maka itu penggunaan dana BPDPKS yang proporsional sesuai alokasi kebutuhan program yang sudah ditetapkan menjadi suatu keniscayaan untuk menstabilkan harga CPO dan menyejahterakan pekebun. (YR)