Setelah beberapa tahun belakangan harga crude palm oil (CPO) tidak bergairah maka dengan adanya program biodiesel atau B20 maka harga CPO kembali merangkak naik.
Menurut data Badan Pengelola Dana Perkebunan – Kelapa Sawit (BPDP-KS) bahwa saat ini per Januari 2016, Pertamina telah menyedot biodiesel sebanyak 230 ribu kilo liter. Angka tersebut naik dari periode yang sama tahun lalu yang hanya 87 ribu kiloliter.
Melihat data tersebut maka program biodiesel pemerintah telah berhasil mengurangi stok CPO yang belakangan ini telah tertimbun cukup lama. Permintaan CPO akan terus bertumbuh. Itu sebabnya, ia melihat peluang harga CPO mencapai level RM 3.000 pada akhir tahun ini. Hal ini karena permintaan dari PT Pertamina (Persero) terus meningkat dalam beberapa bulan terakhir.
“Serapan biodiesel Pertamina pada September 2015 sebesar 50 ribu kilo liter (kl), kemudian meningkat pada Oktober sebesar 90 ribu kl, November 160 ribu, Desember 200 ribu kl dan pada Januari 2016, serapan biodiesel Pertamina mencapai 230 ribu kl,” urai Direktur Utama BPDP-KS, Bayu Krisnamurthi.
Lebih lanjut, menurut Bayu, program B-20 ini benar-benar mempengaruhi harga CPO mesekipun harga minyak sedang mengalami penurunan. Terbukti, pada awal 2015, harga sawit sebesar 600 US$ per ton, sedangkan harga minyak dibanderol 70 US$ per barel. Kemudian, harga minyak terus turun pada bulan Agustus-September 2015 mencapai 30 US$ per barel, sehingga harga CPO atau sawit juga turun 400 US$ per ton.
“Tapi, setelah program biodiesel berjalan, harga CPO naik. Di pasar Rotterdam, harganya 650-700 US$ per ton untuk cpo. Walaupun harga minyak tetap di 30 US$ per barel. Biodiesel selamatkan harga sawit di Indonesia,” terang Bayu.
Artinya, Bayu menambahkan, jika melihat dari stok CPO pun saat ini sudah normal. Sebelumnya, stok CPO Indonesia over suplai karena belum digunakan untuk program biodisel. Terbukti, stok CPO Indonesia sebelumnya 2,5 juta ton, Malaysia 3 juta ton.
Melihat data tersebut artinya sok CPO telah mengalami over suplai. Tapi sekarang stok CPO Malaysia 2,2 juta ton, Indonesia lebih rendah lagi yaitu hanya 2 juta ton. Maka dengan ada program B-20 telah membuat kondisi stok CPO menjadi normal bahkan stok CPO Indonesia telah dibawah stok CPO Malaysia. Bahkan program B-20 telah membuat pasar sawit di dunia normal.
Tidak hanya itu, dari kinerja sisi ekspor pada Januari 2016, ekspor sawit lebih besar dibandingkan ekspor migas. Tercatat, ekspor migas hanya 1,1 miliar US$, sedangkan ekspor sawit 1,3 miliar US$.
“Ekspor minyak nabati lebih besar dari minyak bumi Indoensia. Itu gambaran, ekonomi berkesinambungan, nabati kan renewable. Apalagi Indonesia juga impor minyak lebih dari 3 miliar US$. Ekspor minyak nabati lebih besar dari minyak bumi. Nabati 99 persen produk sawit,” ungkap Bayu.
Sekedar catatan, jika melihat data BPDP-KS, realisasi penyerapan biodiesel sawit tahun 2014 mencapai 1,78 juta KL atau rata2 148 ribu KL per bulan. Pada tahun 2014 program biodiesel ditopang oleh subsidi APBN. Di tahun 2015 tidak ada subsidi APBN untuk biodiesel, dan realisasi penyerapan biodiesel mencapai 863 ribu KL, dengan rata-rata 72 ribu KL per bulan. YIN