Kondisi harga CPO sekarang belum membuat perusahan perkebunan rugi. “Masih diatas Break Even Poin. Kalau sudah dibawah BEP pasti mereka mengeluh. Biaya produksi CPO perusahaan sekitar Rp4000/kg . Masalahnya utama yang dihadapi perusahaan sekarang adalah sulitnya penjualan CPO,” kata Prof Ponten Naibaho, Pakar Penentuan Harga TBS kepada Perkebunannews.com.
Sedang petani kalau dihitung dengan UMR Rp2,5 juta/bulan berarti untuk biaya hidup mereka harus menghasilkan Rp30 juta/tahun. Rata-rata punya kebun 2 ha atau 300 pokok. Kalau tiap pokok dipupuk 6 kg/tahun maka perlu pupuk 1,8 ton. Dengan harga pupuk Rp6000/kg maka perlu biaya Rp10 juta/tahun, total penghasilan petani harus Rp40 juta/tahun.
“Sekarang kalau harga TBS Rp1000/kg maka petani mendapat Rp40 juta/tahun jadi masih bisa hidup dan membeli pupuk. Padahal 6 kg itu standar perusahaan, kalau petani menerapkan itu produksi 50 ton. Berarti masih bisa menabung Rp10 juta/tahun. Kalau ikut penentuan harga TBS sesuai permentan harga Rp1.200/kg TBS, lebih besar lagi pendapatanya,” katanya.
Masalahnya petani kalau sudah punya 2 ha sudah tidak mau lagi memanen sendiri. Semua diupahkan ke orang lain sehingga biaya produksi meningkat.
Mengenai permintaan petani supaya tandan kosong masuk dalam komponen penghitungan harga, menurut Ponten belum bisa karena tidak ada pembeli sehingga tidak ada nilai jualnya. Beda dengan cangkang yang sudah ada pembeli dan nilai jualnya sehingga bisa masuk dalam komponen penetapan harga.
“Tandan kosong itu hak petani. Jadi truk masuk ke pabrik membawa TBS sebaiknya pulang mengangkut tandan kosong. Untuk luas areal kebun sawit 12.000 ha ada tandan kosong cukup untuk 1.000 ha. Tandan kosong ini bisa diaplikasikan ke kebun sehingga tidak perlu pupuk lagi selama tanam. Ini fakta di Desa Raja,” katanya.
Ponten yakin kondisi harga yang rendah seperti sekarang ini tidak akan berlangsung lama. Program pemerintah seperti B30 diyakini akan menaikkan harga.