Jember, mediaperkebunan.id – Universitas Jember (UNEJ) hari ini (05/07) mengukuhkan Prof. Dr. Ermanto Fahamsyah, S.H., M.H. sebagai Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Jember. Acara pengukuhan yang berlangsung di Gedung Auditorium UNEJ ini dihadiri oleh jajaran civitas akademika UNEJ, tamu undangan dari berbagai instansi pemerintah dan swasta, serta sejumlah tokoh nasional di bidang hukum dan agraria.
Dalam pidato ilmiahnya yang bertemakan “Penguatan Sistem Hukum Tata Kelola Perkelapa Sawitan di Indonesia”, Prof. Ermanto menyoroti perlunya reformasi hukum yang menyeluruh terhadap sektor kelapa sawit nasional. Ia menyatakan bahwa meskipun kelapa sawit telah menjadi komoditas unggulan dan penopang ekonomi nasional, namun banyak persoalan struktural yang masih tersembunyi di balik capaian tersebut.
“Kelapa sawit merupakan komoditas unggulan nasional yang memiliki potensi strategis dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Namun di balik pencapaian itu, kita tidak bisa menutup mata terhadap ironi kebijakan pembangunan yang masih menyisakan ketimpangan distribusi manfaat, isu deforestasi, konflik agraria, dan marjinalisasi pekebun swadaya,” tegasnya.

Lebih lanjut, Prof. Ermanto menilai bahwa akar dari berbagai permasalahan sektor kelapa sawit bukan semata-mata terletak pada kelalaian teknis atau dinamika pasar, melainkan pada ketiadaan kepastian hukum yang menyeluruh dan terkoordinasi.
“Ketika regulasi hadir secara terpisah, sektoral, dan tidak terkoordinasi, maka keadilan dan keberlanjutan hanya menjadi jargon yang tidak berdaya di hadapan kredibilitas struktural,” ujarnya.
“Kita perlu menelaah lebih dalam sistem hukum yang membingkai sektor perkelapa sawitan dan mengakui adanya disharmonisasi regulasi yang melahirkan tumpang tindih secara substansi maupun kelembagaan,” lanjutnya.
Dalam pandangannya, hukum harus diletakkan sebagai instrumen perubahan sosial. Ia mengutip pemikiran Roscoe Pound bahwa “law as a tool of social engineering”.
“Hukum tidak boleh semata menjadi alat kontrol administratif. Ia harus menjadi instrumen aktif yang paling konstruktif dalam membangun relasi antara negara, rakyat, dan sumber daya alam, menuju pembangunan yang adil, partisipatif, dan berkelanjutan,” ungkapnya.
Salah satu pokok gagasan penting yang diajukan Prof. Ermanto adalah pembentukan lembaga khusus sebagai simpul koordinatif nasional dalam pengelolaan sektor kelapa sawit. Hal ini, menurutnya, perlu dilakukan agar tidak terjadi lagi kebijakan sektoral yang tumpang tindih antar lembaga, seperti Kementerian Pertanian, Lingkungan Hidup, Agraria, dan Perdagangan.
“Diversitas kelembagaan bukanlah beban jika dikelola secara koordinatif dan integratif. Diperlukan mekanisme tata kelola terpadu yang mampu menyatukan fungsi sektoral dalam satu kerangka nasional,” jelasnya.
Sebagai solusi struktural, Prof. Ermanto mengusulkan pembentukan Rancangan Undang-Undang Perkelapa Sawitan Nasional. Undang-undang ini diharapkan mampu menyatukan dan mengintegrasikan seluruh aspek tata kelola, mulai dari hulu hingga hilir.
“Dari sinilah lahir gagasan penting yang menjadi pokok bahasan berikutnya, yakni pembentukan perangkat hukum nasional melalui rancangan undang-undang perkelapa sawitan yang mampu mengintegrasikan seluruh aspek tata kelola perdagangan,” ujar Prof. Ermanto.