Ganoderma merupakan penyakit yang menjadi momok pada perkebunan kelapa sawit karena belum dapat diatas secara efektif. Serangan penyakit yang disebabkan jamur ini umumnya menyerang pada kebun-kebun yang telah replanting atau pasca siklus pertama. Ketika sebagian besar perkebunan sawit di Indonesia telah memasuki generasi kedua maka isu ganoderma menjadi “jualan yang menarik”.
Bagi sejumlah produsen benih masalah ganoderma menjadi peluang pasar. Sehingga 3 perusahaan sumber benih telah melepas materi tahan ganoderma. Socfindo adalah yang pertama melirik potensi pasar tersebut dengan melepas D x P Socfindo MT Gano sejak tahun 2013 sekaligus sebagai pelopor pada niche market tersebut.
Sumber benih yang berada di Sumatera Utara tersebut mengklaim miliknya moderat tahan penyakit ganoderma, dengan potensi hasil TBS 31 – 34 ton/ha/tahun. Sementara potensi CPO 8 – 9.5 ton/ha/tahun dan kernel kelapa sawit 3.2 – 4.2%. Keunggulan lainnya, laju pertumbuhan meningginya yang lambat : 40 – 50 cm/tahun.
Namun Socfindo tidak sendiri. Pada tahun 2015 menyusul Dami Mas, produsen benih asal Riau, melepas D x P Dami Mas MTG. Varietas ini disebutkan juga moderat tahan penyakit ganoderma, dengan potensi TBS hingga 32 ton/ha/tahun sementara CPO bisa mencapai 7 – 9,3 ton dan inti sawit 4,8 – 6.9 ton. Dan, pada tahun yang sama PT Lonsum juga melepas varietas DxP Bah Lias 5 LGI dan DxP Bah Lias 6 LGI yang juga moderat tahan penyakit ganoderma, dengan potensi TBS sekitar 28,6 yang sudah dicapai pada TM 4 dan potensi minyak 8,27 ton.
Pertarungan pada segmen pasar “tahan ganoderma” tersebut diperkirakan akan semakin panas ketika PPKS, sumber benih plat merah asal Sumatera Utara, juga akan melaunching materi tahan ganoderma, dan tahun ini FELDA bekerjasama dengan perusahaan Indonesia juga akan melepas materi tahan gano.
Ketika kompetisi semakin sengit maka konsumen yang diuntungkan dan menikmati dampaknya, karena tersedianya materi bahan tanam unggul yang tahan ganoderma. Namun pertanyaannya selanjutnya seberapa efektifnyakah kehadiran varietas ini terhadap penanganan ganoderma?
Pendekatan Holistik
Arie Malangjudo, pengamat perkebunan kelapa sawit, masih meragukan hal tersebut. Menurutnya klaim varietas yang tahan atau resisten terhadap ganoderma sesuatu yang patut dipertanyakan. Namun jika disebutkan tahan moderat mungkin sesuatu yang dapat diterima.
“Ganoderma adalah cendawan basidiomycota yang bersifat tular tanah , melalui udara melalui basidiospora dan inoculum sekunder sehingga mudah menular. Kelapa sawit memiliki substrat yang melimpah dan penularan ganoderma sangat dipengarui sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Saat populasi mikroorganisme tanah lainnya sedikit maka serangan ganoderma semakin mudah. Terutama terbatasnya populasi Trichoderma sp di tanah yang mampu berkompetisi dalam ruang dan nutrisi, memproduksi enzim kitinase dan glokanse atau lilitan miselium sehingga dapat menghambat laju populasi ganoderma,” jelas Arie.
Lalu seberapa besar imunitas varietas kelapa sawit terhadap ganoderma ini, menurut pakar perkebunan masih perlu dibuktikan lebih lanjut di lapangan. Karena menurutnya mencegah ganoderma tidak cukup hanya mengandalkan bahan tanam juga membutuhkan berbagai pendekatan lainnya. Sehingga klaim tahan ganoderma lebih cenderung bernuansa promosi jika dipahami secara sederhana.
Meskipun demikian kehadiran varietas moderat tahan ganoderma adalah kabar baik bagi pekebun. Tinggal didukung berbagai inovasi lainnya dalam hal pengelolaan tanah dan penangan serangan penyakit tersebut. Sehingga kelak ganoderma tidak lagi menjadi momok menakutkan bagi sawit Indonesia. YIN