Jakarta, mediaperkebunan.id – Produksi kakao secara global, termasuk di dua negara produsen utama yang terletak di benua Afrika, yaitu Nigeria, Ghana dan Pantai Gading, mengalami peningkatan sepanjang Maret 2025 ini.
Hal yang sama juga terjadi di Indonesia yang menjadi produsen kakao terbesar ketujuh di dunia. Hal ini bisa dilihat di berbagai sentra kakao nasional yang terutama berada di berbagai provinsi di pulau Sulawesi yang umumnya dikelola oleh para petani lokal.
Contohnya seperti produksi kakao di provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Sulawesi Tenggara (Sultra), Sulawesi Selatan (Sulsel), dan Sulawesi Barat (Sulbar). Produksi kakao di luar pulau Sulawesi juga mengalami banyak peningkatan.Perkebunan kakao juga terdapat di sejumlah provinsi di pulau Kalimantan dan Sumatera. Tetapi, berdasarkan berbagai data yang ada, luas perkebunan terbesar hingga saat ini tercatat masih dipegang oleh pulau Sulawesi.
Kondisi ini membuat Direktorat Jenderal (Ditjen) Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kementerian Perdagangan (Kemendag) memutuskan untuk menurunkan harga referensi biji kakao untuk periode April 2025.
“Harga referensi HR biji kakao periode April 2025 ditetapkan sebesar USD 8.327,85 per metrik ton (MT), turun USD 2.067,02 atau 19,88 persen dari bulan sebelumnya,” kata Isy Karim selaku Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal (Dirjen) Daglu Kemendag.
Isy Karim dalam pernyataan resmi yang diperoleh Mediaperkebunan.id, Jumat (28/3/2025), mengakui bahwa kebijakan itu pada akhirnya berdampak pada penurunan harga patokan ekspor (HPE) biji kakao pada April 2025.
“HPE nasional untuk biji kakao di bulan April 2025 ini menjadi USD 7.895 per MT, turun USD 2.016 atau 20,34 persen dari periode sebelumnya yang saat itu tercatat sebesar USD 10.394,87 per MT,” kata Isy Karim menerangkan.
Kawan Medbun perlu mengetahui bahwa HPE biji kakao periode Maret 2025 sendiri sebenarnya sudah turun sebesar USD 486,06 per MT atau 4,47 persen dari bulan Februari 2025
.Isy Karim menyebutkan, meski HPE menurun, namun situasi tersebut tidak berdampak pada bea keluar (BK) biji kakao yang tetap sebesar 15 persen, sama seperti BK biji kakao pada bulan sebelum Maret 2025.
“Hal ini sesuai dengan peraturan yang terdapat pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 38 Tahun 2024, khususnya di kolom 4 lampiran huruf B,” tutur Isy Karim lebih lanjut.
“Penurunan HR dan HPE biji kakao salah satunya dipengaruhi peningkatan produksi seiring musim panen di negara produsen utama (di benua Afrika – red) seperti Nigeria, Ghana, dan Pantai Gading,” tegas Isy Karim selaku Plt Dirjen Daglu Kemendag.
Sekadar mengingatkan, dari sejumlah negara di benua Afrika, Ghana dan Pantai Gading menjadi dua negara yang mampu memproduksi kakao dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan pasar global. Bahkan, negara Ghana sendiri mampu menyumbang sekitar 20 persen produksi kakao dunia, sedangkan Pantai Gading merupakan produsen dan pengekspor biji kakao terbesar di dunia.
Sementara Indonesia sendiri merupakan satu-satunya negara penghasil kakao di benua Asia. Pada tahun 2022, Indonesia menghasilkan 667,3 ribu ton kakao, dan lebih dari setengah produksi kakao Indonesia diekspor ke berbagai negara.