Industri sawit merupakan sumber penting energi baru terbarukan, membangun kedaulatan energi, menghemat devisa, memutar ekonomi domestik dan membersihkan udara bumi.
Pada minggu pertama Bulan Januari 2017, Bapak Presiden RI Joko Widodo, menyampaikan pernyataan bahwa minyak sawit (CPO) merupakan salah satu sumber penting energi baru terbarukan untuk menggantikan bahan bakar minyak bumi yang sudah mendekati habis. Pernyataan Presiden ke-7 RI tersebut sangat tepat dan konsisten dengan Nawacita yakni membangun kemandirian energi dan tidak ingin tergantung pada impor energi.
Masyarakat umumya mengenal minyak sawit sebagai bahan pangan seperti minyak goreng, mentega dan belum banyak mengetahui bahwa industri sawit juga penghasil energi atau bahan bakar. Dari minyak sawit (CPO) dengan mudah dijadikan biodiesel pengganti solar. Pabrik biodiesel kita saat ini sudah mampu menghasilkan sekitar 10 juta kilo liter biodiesel setiap tahun. Tahun 2006 lalu, biodiesel yang digunakan di Indonesia mencapai sekitar 3 juta kilo liter. Biosolar yang tersedia di setiap SPBU merupakan campuran biodiesel dan solar.
Menurut data Pertamina tahun 2016, kebutuhan solar kita mencapai sekitar 34 juta kilo liter setiap tahun dan hampir separuhnya kita impor. Padahal Indonesia saat ini merupakan negara penghasil CPO terbesar dunia dengan produksi sekitar 32 juta ton CPO setiap tahun. Jika separuh produksi CPO kita jadikan biodiesel berarti biodiesel yang kita hasilkan mencapai 17 juta kilo liter, yakni kira-kira sama dengan volume solar yang kita impor. Jadi, apa yang dikatakan Presiden Jokowi itu sangat benar. Kita bisa memiliki kedaulatan energi solar dengan memanfaatkan biodiesel dari kebun sawit kita sendiri.
Selain biodiesel pengganti solar, kebun sawit juga dapat menghasilkan bioethanol/biopremium untuk pengganti premium, pertalite dan pertamax. Konsumsi berbagai jenis premium tersebut di Indonesia berkisar 40 juta kilo liter per tahun dimana sekitar 25 juta kilo liter berasal dari impor.
Dengan luas kebun sawit 11 juta hektar, dihasilkan biomas sekitar 182 juta ton bahan kering biomas dimana sekitar 80 persen telah terkumpul (tandan kosong) di pabrik kelapa sawit. Dengan mengolah biomas tersebut melalui proses fermentasi, dapat menghasilkan sekitar 27 juta kilo liter bioethanol/biopremium. Berarti jika biomas sawit ini diolah, kita tidak perlu lagi mengimpor berbagai jenis premium, cukup dengan menggunakan biopremium.
Bukan hanya biodiesel dan biopremium saja yang dihasilkan dari sawit kita. Energi lain yakni biogas atau biolistrik juga dapat dihasilkan. Limbah pabrik kelapa sawit, dengan menggunakan tank biodigester dapat menghasilkan biogas atau biolistrik. Saat ini banyak perkebunan sawit di Sumatera dan Kalimantan sudah mengembangkan biodigester ini dan telah menghasilkan biolistrik baik untuk kebutuhan internal maupun untuk masyarakat sekitar.
Biodiesel, biopremium, biogas, dan biolistrik dari sawit bukan hanya sekedar dapat mengganti minyak bumi, tetapi ada juga manfaat plus-nya yakni mengurangi pencemaran gas karbon. Berbagai jenis solar dan jenis premium, merupakan bahan bakar kotor karena menghasilkan polusi ke udara berupa gas karbon yang membuat udara bumi makin panas. Jika kita ganti dengan biodiesel dan biopremium polusi udara tersebut dapat berkurang sampai 62 persen bahkan lebih sehingga membersihkan udara bumi.
Jadi pandangan Presiden Jokowi yang mengatakan bahwa sawit merupakan sumber penting energi baru terbarukan sangat tepat bahkan suatu solusi yang visioner dan meluas. Bahan bakar dari sawit selain membangun kedaulatan energi, menghemat devisa, memutar ekonomi domestik juga membersihkan udara bumi Indonesia. Sukses untuk Bapak Presiden RI beserta pemerintahannya. Sumber: sawit.or.id/YIN