Presiden diharapkan mengoreksi pajak penambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen terhadap komoditas gula. Karena pengenaan PPN itu berdampak langsung pada petani tebu. Petani butuh kebijakan peraturan presiden atau peraturan pemerintah guna memperkuat dihapusnya penarikan pajak sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal tersebut ditegaskan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar saat menerima Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR) Jawa Timur di Jakarta, Selasa (4/7). “Permintaan petani tebu akan disampaikan langsung ke Presiden Jokowi. Masa Gula Impor malah tidak kena pajak sedangkan gula lokal dipajak,” ujarnya.
Menurut Muhaimin, saat ini dibutuhkan kebijakan pemerintah berupa peraturan presiden atau peraturan pemerintah (Perpres/PP) untuk memperkuat dihapusnya pajak petani sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi. Karena itu Dirjen Pajak dan Menteri Keuangan tidak langsung menerapkan penarikan pajak PPN kepada petani tebu sebelum ada koreksi yang jelas.
Para petani tebu yang dipimpin Ketua Umum APTR Jawa TImur Muhamad Hamim itu mengeluh dan mengadukan penerapan PPN 10 persen yang merugikan petani tebu. Karena itu PPN 10 persen diminta dicabut.
Cak Imin sapaan akrab yakin persoalan PPN dapat diselesaikan. Apalagi, adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan Keputusan Mahkamah Agung mengenai pengenaan PPN terhadap 11 kebutuhan bahan pokok. Sehingga pemerintah tinggal membuat peraturan sebagai tindak lanjut putusan MK.
Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Komisi IV DPR dari PKB, Daniel Johan. Dia meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menunda pungutan PPN 10% kepada pedagang gula Cq APTR sesuai keputusan MK yang membatalkan Keputusan Mahkamah Agung (MA) pengenaan PPN terhadap 11 kebutuhan bahan pokok.
“Kami akan meminta Menkeu dan Dirjen Pajak untuk menaati keputusan MK pada 29 Februari 2017. Termasuk Permendag nomor 27 tahun 2017 tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) yang jauh di bawah ongkos produksi petani,” ujar Daniel. (YR)