Iman Yani Harahap, peneliti Pusat Penelitian Kelapa Sawit menyatakan salah satu cara untuk menilai apakah tanaman itu ramah lingkungan atau tidak adalah dengan melihat jejak penggunaan airnya (Water Footprint, WFp). WFp menunjukkan efisiensi penggunaan air dalam sistim produksi. Semakin besar WFpnya menunjukkan tanaman ini semakin tidak ramah lingkungan.
Nilai WFp ini dalam beberapa tahun terakhir sedang dipertimbangkan sebagai bahan penilaian sustainable baik ISPO, RSPO dan sistem sertifikasi lain.
Penelitian yang dilakukan PPKS di beberapa daerah sentra sawit di Indonesia dimana penggunaan air dibagi menjadi air hijau yang berasal dari hujan, air biru yang berasal dari permukaan dan bawah permukaan dan air abu-abu yaitu air yang digunakan untuk melarutkan polusi kimia dalam penggunaan pupuk.
Penelitian yang dilakukan di beberapa areal PTPN tahun 2011-2013 dengan menghitung curah hujan, hari hujan, dosis pupuk dan produksi menunjukkan untuk setiap ton TBS maka penggunaan airnya berkisar 700 – 1700 m3, rata-rata 1.304 m3, atau 1,034 liter untuk tiap kg TBS.
Bila dibagi lagi maka yang berasal dari air hijau 802 m3 (78%), air biru 64 m3 (6%) dan air abu-abu 169 m3 (16%). Nilai WFp TBS ini relatif sangat kecil bila dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak nabati, bahkan sampai 50% dari WFp jagung, kedelai, kacang tanah, zaitun, kelapa, rape seed dan bunga matahari.
Artinya dari dari sisi konsumsi air, kelapa sawit sangat efisien atau lebih ramah lingkungan. Nilai WFp kelapa sawit ini faktor penentu utamanya adalah tingkat produktivitas, dibanding pemupukan dan curah hujan.