2017, 21 Juli
Share berita:

Riau – Peraturan Pemerintah (PP) nomor 57 tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut sangat dipertanyakan, bahkan PP tersebut telah menghantui negeri ini dan menyiksa para penghuninya.

Hal tersebut diungkapkan oleh Akademisi Fakultas Pertanian, Unversitas Riau (UNRI), M. Mardhiansyah, S.Hut., M.Sc kepada perkebunannews.com.

Lebih lanjut, menurut Mardhiansyah, PP 57/2016 bukanlah piranti utama dalam penurunan kebakaran. Sebab, bedasarkan catatan SiPongi.menlhk.go.id, di Indonesia secara umum terjadi peningkatan luasan kebakaran hutan dan lahan dari tahun 2013-2015. Pada tahun 2016 telah terjadi penurunan luasan kebakaran hutan dan lahan. Di Propinsi Riau luasan kebakaran hutan dan lahan mengalami peningkatan dari tahun 2011 sampai 2015 dengan puncak terluas pada tahun 2014.

“Artinya jika melihat catatan tersebut, PP 57 yang lahir Desember 2016 bukanlah piranti utama dalam mencegah kebakaran hutan dan lahan yang dibuktikan PP itu lahir saat kondisi sudah terjadi penurunan luasan kebakaran hutan dan lahan cesara siginifikan, sedang PP itu sendiri belum dioperasionalkan,” papar Mardhiansyah.

Lebih lanjut, Mardhiansyah menambahkan, “secara empirik dan kasat mata, penurunan luasan kebakaran hutan dan lahan lebih disebabkan oleh faktor iklim dan meningkatnya kesadaran masyarakat”.

Disisi lain, Mardhiansyah menyayangkan dengan lahirnya PP 57/2016 ini sebuah kekeliruan besar jika masyarakat merasa diuntungkan dan koorperasi merasa dirugikan dengan pemberlakuan PP tersebut, namun setiap orang atau semua pihak ikut merasakan dampaknya.

Padahal pemanfaatan Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung dapat dilakukan terbatas untuk kegiatan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan dan atau jasa lingkungan. Artinya tidak dibenarkan ada kegiatan budidaya atau selain kegitan terbatas tersebut yang bisa dilakukan pada Ekosisten Gambut dengan fungsi lindung.
“Bahkan jika menelaah dari berbagai catatan, sekitar 60% lebih ekosistem di Propinsi Riau masuk dalam katagori Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung, ironisnya terdapat 3 kabupaten yang harus hilang dari peta administrasi pemerintahan Propinsi Riau karena memang faktanya 100% gambut,” Mardhiansyah.

Baca Juga:  PROMOSI SAWIT HARUS TAMPILKAN LANGKAH KONKRIT DI LAPANGAN

Namun, Mardhiansyah mengatakan pemerintah pula yang telah memberikan izin konsesi pengelolaan kawasan berupa Hutan Tanaman Industri (HTI) dalam bentuk IUPHHK-HT dan perkebunan kelapa sawit dalam bentuk HGU pada kawasan ekosistem gambut dengan fungsi lindung tersebut.

Di sisi lain tidak sedikit pula masayarakat yang menetap dan bercocok tanam sebagai sumber penghidupannya pada kawasan Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung yang sudah terlanjur melakukan aktifitas budidaya di lokasi yang disebut terlarang pada PP 57 tersebut. “Ini akan menjadi pekerjaan berat dan tidak populer bagi aparat keamanan karena harus berhadapan dengan masyarakat dalam hal ini petani yang seharusnya dilindungi,” pungkas Mardhiansyah. YIN