Jakarta, Mediaperkebunan.id-Beberapa hari terakhir, Ketua POPSI (Perkumpulan Forum Kelapa Sawit Jaya Indonesia), Pahala Sibuea, mendapatkan banyak curhatan dari petani sawit yang sangat emosi dengan segala kebijakan pemerintah , dianggap tidak berpihak kepada mereka. Pemicunya, pernyataan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, setelah rapat paripurna di Istana tentang tambahan tugas BPDPKS untuk mengurusi komoditas kelapa dan kakao,. Dasarnya dana BPDPKS banyak, agar petani kelapa dan kakao tidak beralih ke sawit. Saat ini banyak konversi ke sawit, terutama oleh petani karet.
Menurut Pahala, petani sawit merasa tidak adil apabila BPDPKS ditambahkan bebannya untuk pembiayaan komoditas kelapa dan kakao, pasalnya saat ini mereka masih sangat susah mengakses dana BPDPKS karena beberapa aturan yang sulit dipenuhi. Dana banyak karena petani sawit masih susah mengaksesnya.
“Kontribusi petani sawit terhadap negara , tidak sebanding dengan apa yang didapat atas perhatian pemerintah dalam menyelesaikan tata kelola sawit rakyat. Sawit punya kontribusi besar terhadap APBN yaitu pajak (PPN TBS, Biaya Keluar Ekspor, PBB). Sementara jalan-jalan kebun sawit rakyat masih banyak sekali yang jauh dari layak. Bahkan subsidi pupuk untuk sawit dihapus. Petani hanya berharap dana pungutan BPDPKS bisa memperbaiki tata kelola sawit rakyat,” kata Pahala.
Program pembiayaan dari BPDPKS untuk petani yaitu PSR, Sarpras dan Penguatan SDM, belum bisa diakses sepenuhnya, padahal program inilah yang diharapkan untuk memperbaiki tata kelola sawit rakyat. Upaya mengakses dana selalu dibebani segudang aturan yang sulit dipenuhi, satu sisi petani merasa tidak adil terhadap pengalokasian dana untuk insentif biodiesel. Demikian juga alokasi DBH sawit yag diatur oleh Menkeu.
POPSI berharap pemerintah fokus terhadap amanat regulasi pembentukan BPDPKS yaitu mendorong pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit yang berkelanjutan, sehingga tata kelola sawit berkelanjutan betul-betul berjalan dengan baik. Dana BPDPKS betul betul bisa dirasakan oleh seluruh petani sawit.
Dasar hukum pendirian BPDPKS adalah UU Perkebunan No.39 Tahun 2014 pasal 93 ayat 3, Tentang pembiayaan usaha perkebunan yang dilakukan oleh pelaku usaha perkebunan. Selanjutnya diatur dengan Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 2015 pasal 3 dan 5, Penghimpunan Dana ditujukan untuk Mendorong Pengembangan Pekebunan Berkelanjutan atas komoditas perkebunan strategis yaitu Kelapa Sawit, Kelapa, Karet, Kopi, Kakao, Tebu, Tembakau dan pemungutan dilakukan atas ekspor komoditas perkebunan dan turunannya . Selanjutnya pasal 16, menyatakan pembentukan Badan Pengelola Dana Perkebunan dapat dibentuk untuk 1 (satu) Komoditi Perkebunan Strategis atau gabungan komoditi perkebunan strategis.
Dua regulasi mengamanatkan pembentukan Badan Pengelola Dana Perkebunan. Atas dasar itu dibentuk BPDPKS berdasarkan Perpres No. 61 Tahun 2015 jo. Perpres No. 24 Tahun 2016 jo. Perpres 66 Tahun 2018 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit,.
“Jadi bila BPDPKS ditambahkan tugasnya untuk mengurusi komoditas Kelapa dan Kakao, merupakan pelanggaran regulasi pembentukannya. Berdasarkan Perpres No. 61 Tahun 2015 pasa 2 ayat 1 menyatakan Penghimpunan Dana ditujukan untuk mendorong pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit yang berkelanjutan,” katanya.
Apabila Perpres No. 61 Tahun 2015 jo. Perpres No. 24 Tahun 2016 jo. Perpres 66 Tahun 2018 ini dirubah agar mengakomodasi komoditas lain maka keadilan harus dilakukan. Harus ada perlakuan sama yaitu pemungutan dana dari ekspor, sesuai amanat dari Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 2015.