Sharm El Sheikh, Mediaperkebunan.id
Petani kelapa sawit belum sepenuhnya mengerti tentang emisi karbon, namun dampak perubahan iklim banyak yang tahu karena berpengaruh terhadap produktivitas mereka. Pahala Sibuea, Ketua Umum Perkumpulan Forum Petani Kelapa Sawit Jaya Indonesia menyatakan hal ini dalam paparanya tentang Decarbonanization Strategy for Smallholder in Palm Oil Plantation pada COP-27 Session di Indonesia Pavilion COP 27 di Sharm El Sheikh, Mesir.
Petani kelapa sawit di sekitar hutan yang melakukan konservasi hutan juga belum merasakan nilai tambahnya. Secara umum petani kelapa sawit mayoritas beroperasi di wilayah areal penggunaan lain (APL) tetapi tidak memiliki legalitas lahan berupa sertifikat.
TBS dijual ke tengkulak dengan harga lebih rendah. Pada umunya juga tidak berlembaga, jalan sendiri-sendiri. Dengan situasi ini maka produktivitasnya masih dibawah rata-rata produktivitas nasional.
POPSI sendiri dalam menjawab tantangan tersebut melakukan pendampingan petani untuk melakukan kebijakan pemerintah seperti Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan, ISPO, PSR dan pengembangan SDM. Programnya meliputi pemetaan petani, pembangunan kelembagaan, pelatihan SDM petani, sukseskan PSR, sertifikasi ISPO bagi anggota, pengembangan komoditas pangan, integrasi sawit sapi dan edukasi konservasi hutan masyarakat.
Pemetaan dan pendataan dilakukan untuk mendukung upaya kebijakan satu data pekebun kelapa sawit melalui Surat Tanda Daftar Budidaya. Pemetaan dilakukan secara partisipatif dengan data by name by adress. Pemetaan ini juga bisa digunakan untuk ketelusuran yang sudah menjadi tuntutan dunia internasional.
Khusus PSR yang merupakan program utama pemerintah dengan dana hibah BPDPKS POPSI melakukan sosialisasi kepada anggota dan pendampingan akses PSR. Ada 14.000 petani dengan luas lahan 40.000 ha anggota POPSI yang sudah masuk dalam program PSR.
Dari empat anggota POPSI yaitu ASPEKPIR, SPKS, Apkansindo Perjuangan, JAPSBI, masing-masing sudah melakukan pembinaan pada anggotanya. Contohnya SPKS melakukan pelatihan Good Agricultural Practises untuk peningkatan produktivitas; penggunaan pupuk organik dengan memanfaatkan limbah tandan kosong dan pelepah sawit untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia.
SPKS juga bersama dengan anggotanya telah mempraktekkan perlindungan hutan sekitar lahan kebun miliknya bekerjasama dengan pemerintah desa dan perusahaan perkebunan kelapa sawit. Dimulai dengan pemetaan lokasi hutan yang dilindungi, kemudian sosialiasi dan membangun kesepakatan perlindungan hutan. Setelah itu pembuatan peraturan desa perlindungan hutan oleh petani dan masyarakat.