Jakarta, Mediaperkebunan.id
Prosedur Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) tidak hanya harus disosialisasikan ke petani, perusahaan dan pemda (dinas yang membawahi perkebunan), tetapi juga aparat hukum yaitu Kepolisian dan Kejaksaan. “Saat ini banyak petani yang sudah menerima transfer dana dari BPDPKS dalam escrow account tetapi belum melaksanakan aktivitas di datangi aparat Kepolisian. Mereka jadi takut untuk melakukan aktivitas. Selain itu petani lain yang belum melakukan peremajaan ikut-ikutan takut dan tidak mau mengajukan dana PSR,” kata Ketua Dewan Pembina POPSI (Persatuan Organisasi Petani Sawit Indonesia), Gamal Nasir.
Selain itu juga ada Koperasi yang didatangi polisi karena sudah melakukan pencairan dana dalam escrow account (rekening penampung) dan melakukan aktivitas tanpa ada tanda tangan kepala dinas perkebunan. Padahal dalam regulasi memang tidak dibutuhkan. Dana cair berdasarkan kesepakatan koperasi, perbankan dan mitra.
“Masih banyak kebingungan di daerah terkait prosedur dan regulasi dana hibah PSR ini. Aparat hukum banyak menganggap ini dana APBN sehingga mereka sangat proaktif melakukan pengawasan. Pengawasan yang berlebihan membuat petani takut dan ini kalau dibiarkan bisa menghambat target PSR ,” katanya lagi.
Karena itu Gamal minta supaya Menko Perekonomian mengumpulkan instansi hukum untuk mensosialisasikan masalah ini. Prosedur dan regulasi PSR harus jelas bagi aparat hukum. Bukan hanya instansi pusat saja tetapi di daerah-daerah sentra sawit yang banyak mendapat dana PSR.
“Biarkan petani tenang melakukan PSR. Dana hibah ini merupakan dana pungutan sawit untuk sawit. Dana yang sudah dikucurkan pada petani harus digunakan untuk membangun kebun. Membangun kebun perlu waktu, jadi jangan sebentar-sebentar didatangi polisi,” katanya.
Hal lain yang harus dilakukan untuk suksesnya PSR adalah monev berjenjang mulai dari kabupaten sampai pusat. Dana hibah ini di daerah dianggap bisnis baru sehingga banyak pihak yang ingin mencicipi. Banyak kontraktor land clearing dan penangkar benih dadakan yang muncul. Mereka tidak punya rekam jejak karena baru berdiri tetapi ditunjuk sebagai kontraktor dan penyedia bibit siap salur.
“Land clearing dan pembibitan merupakan masalah teknis yang sangat penting. Kegagalan dalam proses ini bisa membuat target peningkatan produktivitas tidak tercapai. Pemerintah perlu membuat kriteria yang jelas secara teknis kontraktor dan penangkar yang bisa ikut PSR,” katanya.