Jakarta, Mediaperkebunan.id – Dalam beberapa waktu terakhir, terjadi kesalahan penyampaian istilah terkait regulasi ekspor produk turunan kelapa sawit yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 26 Tahun 2024. Ir. Posma Sinurat, MT selaku Ketua Bidang Pabrik Kelapa Sawit P3PI menyampaikan bahwa kesalahan ini terlihat dalam pemberitaan media, yang sering kali menyebut “Palm Oil Mill Effluent (POME)” saat seharusnya menggunakan istilah “Palm Oil Mill Effluent Oil (POMEO)”.
Posma mengatakan kesalahan ini cukup signifikan karena POME dan POMEO adalah dua hal yang berbeda. POME merupakan limbah cair dari pabrik kelapa sawit yang dapat mencemari lingkungan dan tidak memiliki nilai ekspor. Sebaliknya, POMEO adalah minyak limbah bernilai tinggi yang dapat diekspor.
Perbedaan ini digambarkan jelas sebagai perbedaan yang sangat berbeda. Menurut Posma, kesalahan ini bukan berasal dari regulasi itu sendiri, tetapi dari penyampaian narasumber yang diwawancarai oleh media. Bahkan, website resmi Kementerian Perdagangan (Kemendag) juga sempat mencantumkan istilah POME yang menambah kebingungan di kalangan pembaca.
Dalam regulasi, Pasal 44 Permendag Nomor 26 Tahun 2024 dengan jelas menyebutkan “Ekspor Palm Oil Mill Effluent Oil dengan pos tarif ex 2306.60.90.” Hal ini menegaskan bahwa pemerintah telah menggunakan istilah yang benar. Namun, pemberitaan di berbagai media online menyampaikan informasi yang keliru karena merujuk pada istilah POME bukan POMEO.
Sebagai contoh, salah satu artikel menyatakan, “Kementerian Perdagangan membatasi ekspor tiga produk sampingan minyak sawit yaitu limbah pabrik kelapa sawit (Palm Oil Mill Effluent/POME)” dan “Residu Minyak Sawit Asam Tinggi (High Acid Palm Oil Residue/HAPOR) dan Minyak Jelantah (Used Cooking Oil/UCO)”. Padahal yang dimaksud adalah pembatasan ekspor POMEO, bukan POME.
Posma menghimbau para narasumber dan pihak terkait untuk menggunakan istilah yang tepat sesuai regulasi agar tidak menimbulkan kebingungan. “Kesalahan ini dapat menciptakan kebingungan terminologi di kalangan praktisi industri kelapa sawit, meskipun tidak berdampak signifikan pada implementasi regulasi,” ujarnya. Kedepannya diharapkan semua pihak, termasuk media dan institusi resmi lebih berhati-hati dalam menggunakan istilah teknis untuk mencegah penyampaian informasi yang salah.