2020, 15 Agustus
Share berita:

Sektor pertanian sangat besar kontribusi bagi pembentukan PDB, yaitu 13% dari PDB atau sekitar Rp2000 triliun, sangat penting dan jelas artinya dalam pendapatan yang tercipta di Indonesia. Sektor yang paling besar adalah manufaktur 19% atau Rp3200 triliun. Perbedaanya sektor pertanian penerimaan pajaknya sangat kecil sedang manufaktur besar sesuai proporsinya. Pemerintah ingin pertanian juga memberi porsi pajak yang sesuai. Masalahnya selama ini ada ketidakpastian hukum PPN. Karena itu terbit PMK nomor 89 tahun 2020 Tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Atas Penyerahan Barang Hasil Pertanian tertentu. Febrio Nathan Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan menyatakan hal ini.

Sebelumnya, Pemerintah pernah memberikan fasilitas perpajakan bagi sektor pertanian berupa pembebasan PPN melalui PP 12 Tahun 2001 stdtd. PP 31 tahun 2007. Namun, pada tahun 2013, fasilitas tersebut dicabut oleh putusan Mahkamah Agung No 70 P/Hum/2013, sehingga atas penyerahan barang hasil pertanian menjadi terutang PPN. Sejak putusan tersebut dicabut petani masih merasa kesulitan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya sehingga kemudahan yang ditawarkan PMK ini dapat menjadi penyelesaiannya.

“Jangan sampai ada kesan pemerintah memperluas basis pajak dengan mengejar petani kecil. Disini petani yang kena adalah yang berbisnis dengan omset Rp4,8 miliar/tahun. Untuk memberikan kesederhanaan, petani dan kelompok petani dapat memilih menggunakan nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak yaitu 10 persen dari harga jual, sehingga tarif efektif PPN menjadi 1 persen dari harga jual atau 10 persen dikalikan 10 persen dari harga jual,” kata Febrio.

Barang tertentu yang menjadi objek PPN untuk perkebunan adalah : kelapa sawit teridiri dari tandan buah segar, cangkang, ampas, daun dan komposnya serta limbah, tempurung basah/kering; kakao terdiri dari biji kakao kering fermentasi/non fermentasi, kulit, sekam, selaput , kompos dan limbahnya; kopi terdiri dari biji kopi kering dan biji kopi sangrai; aren terdiri dari nira aren, daun, ampas dan komposnya; jambu mete terdiri dari mete gelondong (mete berkulit), kacang mete basah/kering, limbah; lada teridri dari lada hitam dan lada putih; pala terdiri dari biji pala kering ( berkulit dan dikupas), buah pala kering, fuli, bunga pala; cengkeh terdiri dari cengkeh kering, tangkai dan cengkeh kering; karet terdiri dari slab, lump, sheet angin, lateks pekat; teh terdiri dari pucuk segar teh, daun teh kering fermentasi/non fermentasi; tembakau terdiri dari tembakau rajang basah/kering, tembakau lembaran basah/kering; tebu terdiri dari batang tebu dan pucuk tebu; kapas terdiri dari kapas hasil garuk dan sisir, kapas tidak digaruk dan tidak disisir, biji kapas; kapuk terdiri kapuk hasil garuk dan sisir, kapuk gelondong, biji dan kulit kapuk; serat mentah/diolah tanpa pintal rami, rosella, jute, kenaf, abaca dan lainnya; kulit kina kering lembaran dan ditumbuk; buah/ biji vanila kering; daun nilam segar atau kering; biji dan ampas jarak pagar; daun sereh; daun atsiri segar atau kering; kelapa terdiri dari kelapa segar, kopra, sabut kering, batok kelapa kering, bahan kayu (glugu); stek, cangkokan dan okulasi bahan tanaman perkebunan.

Baca Juga:  GANDENG PELAKU UMKM, ANGGOTA PERPAKI DIRIKAN SENTRA DISTRIBUSI BRIKET ARANG DI TURKI

Badan usaha industri yang membeli dari petani ditunjuk sebagai pemungut PPN 1 persen dan tetap dapat mengkreditkan PPN tersebut sebagai pajak masukan. Pemungutan oleh badan usaha industri ini semakin meningkatkan kemudahan bagi petani dan kelompok petani. Diperkirakan sampai akhir tahun 2020 ada tambahan penerimaan sekitar Rp300 miliar, meskipun bukan itu inti tujuan dari PMK ini.

Suryo Utomo, Dirjen Pajak, menyatakan pada intinya PMK ini memberi keadilan dan memudahkan petani masuk dalam sistim perpajakan. Ternyata bayar pajak itu tidak sulit dan mahal jadi semakin banyak orang yang masuk dalam sistim perpajakan formal. Bagi yang banyak pajak masukan pasti memilih normal, sedang yang tidak banyak pasti memilih 1%. Ujungnya ketemu industri pengolahan yang dimudahkan juga dalam pemungutan pajak.

Dedi Junaedi, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan , Kementan, menyambut baik keluarnya PMK ini. Pekebun sudah lama menunggunya dan sekarang ada kepastian hukum dalam perpajakan sehingga mereka akan semakin bersemangat dalam menjalankan usahanya.

Setiyono, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit PIR Indonesia yang juga ketua KUD menyatakan dirinya tetap memilih PPN normal 10% dari harga jual. Di KUD banyak pajak masukan seperti pembelian pupuk, alat mesin pertanian sehingga bisa dikreditkan untuk pajak keluaran PPN penjualan TBS. Jadi KUD hanya membat faktur saja, setiap bulan Setiyono membuat faktur pajak PPN Rp300-700 juta.

Moenardji Soedargo, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Karet Indonesia menyambut baik terbitnya PMK ini. Pada dasarnya ini baik buat perdagangan di rantai pasok domestik sampai dengan pabrik pengolahan pertambahan nilai komoditas terkait.