Lampung Tengah, Mediaperkebunan.id
Pemerintah harus berbuat sesuatu supaya harga TBS petani naik lagi. Setelah tahun ini menikmati harga tinggi tiba-tiba karena harga migor tinggi ekspor dilarang yang dampaknya harga TBS anjlok. Sekarang ekspor sudah dibuka lagi tetapi harga TBS tetap rendah sedang harga migor tetap tinggi. Abdul Simanjuntak, petani kelapa sawit yang juga ketua asosiasi petani kelapa sawit Lampung menyatakan hal ini.
“Lampung sangat dekat dengan Jakarta. Apa saja yang ditanam disini mudah memasarkan ke Jakarta. Kita diam saja pedagang yang datang sendiri. Kompetisi antar komoditas sangat tinggi. Jadi kalau sawit tidak menguntungkan mudah sekali petani mengalihkan ke komoditas lain yang lebih menguntungkan,” katanya.
Abdul sendiri merupakan petani kelapa sawit swadaya yang melakukan kemitraan tahun 1990an dengan PTPN VII, berupa kredit benih dan pupuk. Kemitraan berjalan baik dan Abdul hidup sejahtera dari kelapa sawit, dibuktikan dengan mampu menyekolahkan anak sampai perguruan tinggi.
Lima tahun lalu harga TBS anjlok hanya Rp700/kg. Petani benar-benar rugi. Pada saat yang sama Gunung Madu menawarkan kemitraan menanam tebu. Petani hanya menyediakan lahan saja sedang benih dan pupuk dari Gunung Madu. Abdul menebang 20 Ha kebun sawitnya dan diganti dengan tebu itu penebangan kelapa sawit 5 tahun lalu jadi bukan baru-baru ini seperti yang diberitakan beberapa media tegas Abdul.
Sampai sekarang lahan ini masih ditanami tebu. Keuntungan tebu mencapai Rp18 juta/ha. Sekarang harga TBS kembali anjlok antara Rp1000-1600/kg. “Dibanding 5 tahun yang lalu harga TBS sekarang masih ada sedikit keuntungan bagi petani. Tetapi dengan harga pupuk dan herbisida yang naik tinggi sekali keuntungan ini habis. Kalau harga TBS tidak mencapai Rp2500/kg maka kejadian 5 tahun lalu akan terulang lagi, petani akan menebang sawitnya,” kata Abdul.
Petani menebang sawit dan digantikan komoditas adalah khas Lampung karena punya banyak pilihan yang lebih menguntungkan. Berbeda dengan Jambi, Riau dan Kalimantan yang petaninya tidak punya banyak pilihan.
“Kita tanam pepaya daunnya tiap hari panen bisa kaya. Tanam nangka pedagang nangka muda akan datang untuk dibawa ke Jakarta. Tanam apa saja pasti ada pedagang yang datang menampung,” katanya.
Saat ini Abdul masih mengelola kelapa sawit di Mesuji 40 Ha. “Saya minta pemerintah benar-benar memperhatikan masalah harga TBS ini. Kami senang dengan pernyataan Menko Maritim dan Investasi yang akan menjadikan harga TBS Rp5000/kg. Kami menantikan realisasinya dan sebagai petani sawit tetap setia mempertahankan sawitnya,” kata Abdul lagi.
Bagi petani swadaya dengan harga TBS Rp1300/kg dengan berbagai banyak potongan membuat harga real yang diterima menjadi Rp700/kg. Dari 8 ton TBS yang disetor ke PKS sering dikembalikan karena tidak lolos grading 1-2 ton, kena potongan 12,5%, kena penalti kecurangan timbangan 5% dan berbagai macam menyebabkan pemotongan sendiri bisa 30%. Beda dengan petani plasma yang tidak terkena semuanya dan mendapat harga 100%.
“Pemerintah minta kami sabar karena semua masih dalam proses. Kami sudah sabar tetapi kebutuhan hidup seperti harus bayar uang kuliah anak, bayar kredit motor dan lain-lain tidak bisa menunggu. Karena itu harga TBS harus segera naik,” katanya.
Dengan biaya produksi sekitar Rp1000/kg, bila harga TBS Rp1.500 petani masih mendapat keuntungan. Tetapi keuntungan itu terlalu tipis bila dibandingkan dengan keutungan komoditas lain. Menanam singkong misalnya, dengan harga Rp1700/kg dan biaya produksi Rp700/kg petani mash mendapat keuntungan Rp1000/kg. Dengan produksi 40 ton petani mendapat keuntungan Rp40 juta. Jagung juga harganya sedang tinggi mencapai Rp5000/kg.
Dengan kondisi ini seorang petani sawit bernama Yatiman dengan kepemilikan lahan 1 Ha tahun lalu menebang sawitnya yang masih berumur 12 tahun dan saat ini digunakan untuk menanam singkong. Meskipun demikian Yatiman masih berminat menanam sawit asal harga TBS tinggi.
“Lahan kami harganya mahal sekali. Sudah banyak yang menawaran untuk membeli Perusahaan lain ada yang menawarkan menanam pisang dan nanas dengan pola persis seperti Gunung Madu, petani menyiapkan lahan saja. Demikian juga di Mesuji. Dengan situasi ini kalau harga TBS tidak naik maka bisa saja saya terima tawaran itu. Saya masih cinta sawit dan selama ini hidup dari kelapa sawit. Tolong bantu kami supaya harga TBS bisa naik,” katanya.