2022, 28 Maret
Share berita:

JAKARTA, Mediaperkebunan.id – Saat ini petani cengkeh mengalami tekanan harga yang cukup tinggi. Tekanan ini terutama sejak keluarnya Peraturan Menteri Perdagangan No. 75 tahun 2015 yang membolehkan siapa pun mengimpor cengkeh. Akibatnya harga cengkeh petani anjlok dari Rp 130 ribu per kilogram (Kg) menjadi Rp 50 – 60 ribu/Kg.

Demikian dikatakan Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (Apci) I Ketut Budhyman Mudara dalam webinar bertema “Kedasyatan Ekonomi Tembakau dan Cengkeh” yang diselenggarakan Media Perkebunan, beberapa waktu lalu.

Budhyman mengatakan, sebelumnya berdasarkan keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian No. 528 tahun 2002 yang boleh impor cengkeh hanya pabrikan dengan rekomendasi dari Menteri Pertanian dan Perindustrian termasuk petani cengkeh.

“Kita sudah menyampaikan kepada Presiden untuk meninjau ulang Permendag 75 dan sudah ditanggapi untuk ditindaklanjuti kementerian. Tapi sampai sekarang bahwa liberalisasi impor belum bisa ditinjau ulang,” jelas Budhyman.

Menurut Budhyman, jika dilihat dari perdagangan ekspor impor, perizinan impor cengkeh sampai sekarang belum berubah. “Dari 2015 satu fenomena muncul bahwa kita mengekspor cengkeh sangat masif. Bahkan dari 2015 – 2020 ekspor sangat tinggi mencapai 47.000 ton. Hampir sepertiga diekspor dengan harga rata-rata sekitar 3,8 USD,” terangnya.

Di lain sisi, lanjut Budhyman, terjadi impor yang besar meski tidak sebesar ekspor hanya 50%. Namun harga rata-rata cengkeh impor mencapai 8,6 USD/Kg.

“Ada selisih harga 4 USD/Kg. Bagi saya menjadi satu pertanyaan bagaimana bisa terjadi? Impor lebih mahal dibanding ekspor. Berlomba-lomba mengekspor, kemudian ada impor. Tapi harga cengkeh impor hampir dua kali lipat,” tukas Budhyman.

Menurut Budhyman, industri hasil tembakau memang sangat mandiri dan tahan banting. Contohnya di saat krisis moneter dulu tetap berjalan. Di masa pandemi juga industri ini tetap berkontribusi kepada pemerintah dengan cukan rokok sekitar Rp 200 triliun.

Baca Juga:  IMPOR MASIH TINGGI, JANGAN BATASI PENANAMAN TEMBAKAU

“Jadi kalau negara tidak mau menganggap bahwa industri hasil tembakau dan cengkeh ini sebagai salah satu soko guru ekonomi kita, tidak apa-apa. Tapi sebagai penunjang industri hasil tembakau itu sudah jelas kontribusinya sebesar 10 % kepada APBN. Sementara sawit yang begitu besar hanya Rp 20 triliun,” papar Budhyman.

Budhyman menyebutkan, saat ini Indonesia mempunyai luas lahan cengkeh sekitar 560.000 hektar (Ha) dengan produksi 140.000 ton, dan produktivitasnya sekitar 200 Kg/Ha. “Bayangkan kalau produktivitas bisa dinaikkan tentunya kebutuhan akan cengkeh sepenuhnya bisa dipenuhi,” ujarnya. (YR)