“Jangan musuhi perubahan karena akan selalu terjadi tetapi bersahabatlah dengannya . Petani kelapa sawit kalau mau jadi petani 4.0 harus tersambung dengan pasar dunia. Harga kelapa sawit di dunia adalah harga CPO bukan TBS. Karena itu petani harus berubah menghasilkan CPO dan bukan TBS. Petani bisa menghasilkan CPO sesuai standard,” kata
Darmono Taniwiryono, Ketua Umum MAKSI (Masyarakat Perkelapa-sawitan Indonesia) pada webinar yang diselenggarakan SBRC (Surfactan and Bioenergy Research Center), IPB.
Walaupun nanti petani ketika mengolah TBS jadi CPO ternyata yang dihasilkan CPO asam tinggi pasarnya juga ada. Melenceng lebih jauh lagi malah menghasilkan minyak kotor pasarnya juga ada. Semua produk itu laku dipasar dan banyak yang mencari.
“Keuntungan lain kalau petani mengolah sendiri adalah punya cangkang, kernel dan tandan kosong yang nilainya luar biasa. Kalau petani sudah menghasilkan CPO sendiri maka referensi harga TBS sudah tidak berlaku lagi,” katanya.
Selama ini petani yang tbsnya ditolak PKS sering dibuang begitu saja. Mereka tidak tahu TBS busuk itu masih bisa diolah dan laku dijual. Teknologi mengolah TBS jadi CPO bukan teknologi canggih yang butuh investasi tinggi tetapi cukup dengan teknologi sederhana.
MAKSI sudah punya teknologi satu rangkaian alat pengolah yang terdiri dari alat pelumat, pemeras dan pemurnian dengan kapasitas 10 ton/hari. Teknologinya rendah dan ramah lingkungan. Harganya sekitar Rp350 juta. Dengan kapasitas kecil maka limbahnya juga mudah ditangani.
Meika S Rusli, Kepala SBRC menyatakan model bisnis sawit jangan satu saja yaitu petani menjual TBS ke PKS skala besar yang dimiliki perusahaan besar. Perlu ada model lain yaitu small is beatiful dimana petani mengolah dalam skala kecil. Pabrik-pabrik skala besar adalah red ocean yang berkompetisi dengan sangat keras, petani masuk dalam blue ocean yang punya pasarnya sendiri.
Selama ini banyak petani yang berada di remote area yang jauh dari PKS karena kendala transportasi buahnya jadi rusak dan ditolak oleh PKS. Prosentase TBS yang ditolak ini cukup besar. Karena itu SBRC mengenalkan mini plant dekat lokasi kebun. Dengan model ini faktor TBS rusak, transportasi lama dan mahal serta tidak terangkut bisa ditekan.
Petani jadi punya nilai tambah. Petani bisa mengolah TBS jadi CPO atau IPO untuk bahan bakar nabati. Kalau kreativitas memadai bisa mengolah jadi produk jadi yaitu Virgin Red Oil yang dipasarkan langsun ke pengguna.