JAKARTA, Mediaperkebunan.id – Pestisida merupakan sarana perlindungan tananam yang sangat penting dalam sistem produksi pangan. Namun jika tidak digunakan secara benar dapat merugikan kesehatan dan lingkungan.
Hal tersebut dikatakan Direktur Pupuk dan Pestisida mewakili Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian (Kementan), Muhammad Hatta, dalam seminar nasional bertajuk “Tinjauan Aspek Ekonomi, Kesehatan, Keamanan, dan Stewardship Herbisida Parakuat di Indonesia” di Bogor, beberapa waktu lalu.
Menurut Hatta, pestisida merupakan sarana perlindungan tanaman yang sangat penting dalam sistem produksi pangan. Namun, pestisida dapat merugikan kesehatan dan lingkungan jika tidak digunakan dengan benar.
“Oleh sebab itu, para pemangku kepentingan diharapkan terus membantu para petani di Indonesia untuk dapat memanfaatkan pestisida dengan menekan risiko sekecil mungkin,” ujar Hatta.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 43 tahun 2019 tentang Pendaftaran Pestisida, herbisida parakuat termasuk pestisida terbatas pakai yang mensyaratkan pelatihan bagi para penggunanya. Kementerian Pertanian mendorong semua pihak, terutama para pemegang pendaftaran, untuk terus melatih para petani agar dapat menggunakan produk ini dengan aman.
Selain mengendalikan gulma, aplikasi herbisida juga dapat mengurangi biaya input produksi terutama biaya tenaga kerja sehingga akan menghemat pengeluaran total. Kontribusi industri herbisida dalam perekonomian Indonesia relatif kecil dibandingkan dengan indutri kimia lainnya. Namun perannya dalam industri pertanian khususnya pangan dan perkebunan sangat strategis.
Salah satu bahan aktif herbisida yang diizinkan untuk diedarkan dan digunakan di Indonesia adalah parakuat diklorida yang secara umum dikenal sebagai parakuat. Parakuat termasuk salah satu bahan aktif pestisida terbatas untuk mengendalikan gulma.
Mengingat kontribusi positif herbisida parakuat ini, beberapa peneliti telah mengadakan kajian mengenai bahan aktif tersebut. Hadir dalam seminar para peneliti antara lain Dr. Dedi Budiman Hakim, ekonom senior dari IPB University, Dr. dr. Juliandi Harahap, peneliti senior dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Penelitian tim IPB University Prof. Dr. Dadang.
Para peneliti lain yang turut memaparkan hasil risetnya yakni Prof. Dr. Nanik Sriyani, ahli gulma dari Universitas Lampung, Dr. Lita Andayani, peneliti senior dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Sedangkan dari petani diwakili Abu Bakar, seorang petani dari Jawa Timur, dan Ketua Himpunan Penangkar Pedagang Benih (HPPB) Jawa Timur Mohammad Maksum. (YR)