Terus berkembangnya luas lahan kelapa sawit maka Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional menghimbau kepada perusahaan untuk membangun plasma sebesar 20 persen dari total hak guna usaha (HGU).
“Jadi agar tidak ada kesenjangan antara perusahaan dengan masyarakat sekitar, maka perusahaan wajib membangun perkebunan plasma sebesar 20 persen dari total HGU yang diperolehnya,” kata Direktur Sengketa dan Konflik Tanah dan Ruang Wilayah 1, Ditjen Penanganan Masalah Agraria, Pemanfaatan Ruang dan Tanah, Supardy Marbun.
Lebih lanjut, Supardy menambahkan membangun perkebunan plasma tidak hanya untuk menghindari kesenjangan sosial tapi juga untuk membangun perekonomian masyarakat setempat. Kemudian juga untukmenghindari konflik sosial antara perusahaan dengan masyarakat.
Penyebab konflik tanah lainnya adalah perbandingan luas tanah dan penduduk yang tidak seimbang. Melihat hal ini maka harus diakui bahwa tanah sudah menjadi komoditi ekonomi, maka tidaklah heran jika sering terjadi tumpang tindihnya peraturan dan lembaga yang menangani masalah pertanahan.
“Hal ini karena tidak tertibnya administrasi pengelolaan aset tanah instansi pusat dan daerah/BUMN/BUMD serta putusan pengadilan yang saling bertentangan,” pungkas Supardy. S