JAKARTA, Mediaperkebunan.id – Konfik kemitraan sering kali dipicu akibat tidak terbukanya perusahaan sawit dalam kerjasama pembangunan kebun sawit plasma dengan masyarakat. Setidaknya itu terjadi pada dua perusahaan kelapa sawit dalam status kemitraan dengan masyarakat dua kabupaten di Gorontalo.
Kedua perusahaan sawit itu masing-masing diduga belum beres dalam perjanjian kemitraan dengan masyarakat masing-masing PT Agro Artha Surya (AAS) dengan masyarakat di Desa Pangea, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo dan PT Wira Sawit Mandiri (PT. WSM) dengan masyarakat Desa Tirto Asri, Kec. Taluditi, Kab. Pohuwato, Provinsi Gorontalo.
Staf Research Pengembangan, Penguatan Komunitas dan Anggota Sawit Watch Bony mengatakan, perusahaan sawit kerap kali mengesampingkan aspek transparansi dalam proses menjalin kerjasama kemitraan dengan masyarakat.
“Seperti yang dialami oleh masyarakat desa Pangea dengan PT. AAS misalnya, petani plasma hingga saat ini belum mengetahui status lahan mereka, serta mereka juga tidak mengetahui soal kejelasan batas-batas antara lahan inti dengan plasma.” ujar Bony dalam siaran persnya.
Tak hanya itu, kata Bony, petani plasma juga tidak mendapatkan hak yang sebagaimana tertera dalam perjanjian awal/MOU. Perhitungan biaya produksi juga tidak diinfokan secara jelas oleh perusahaan.
Hal tersebut, lanjut Boy, berkibat pada hitungan panen dan pendapatan yang mereka terima dari perusahaan menjadi tidak jelas. Petani yang awalnya dijanjikan akan memperoleh penghasilan sekitar 1,3 jt an perbulan. “Namun bentuk realisasinya hanya rata-rata di angka 22 ribu saja perbulan. Sangat miris melihatnya, ini sangat tidak sepadan,” jelas Bony.
Menurut Bony, seharusnya hal-hal seperti ini tidak terjadi. Penyampaian informasi dan kesepakatan-kesepakatan bersama haruslah sudah clear sejak awal kerjasama.
Perusahaan juga, tukas Bony, haruslah memegang penuh komitmen bersama serta janji-janji yang tertuang dalam MOU. Karena jika sedari awal sudah tidak ada kejelasan maka akan berujung pada kerugian yang akan dialami oleh kelompok petani plasma itu sendiri.
“Kami sangat menentang tindakan perusahaan yang semena-mena terhadap petani seperti ini. Tapi untuk kasus di Desa Pangea, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Boalemo, saat ini sedang proses pemeriksaan di Polda Gorontalo ,” tegas Bony kepada Mediaperkebunan.id (YR)