Bogor, Mediaperkebunan.id
Perubahan iklim sangat berpengaruh pada tanaman karet. Suhu yang semakin meningkat mempengaruhi areal optimum karet, curah hujan ekstrim (kekeringan/banjir ) makin sering terjadi dan serangan penyakit. Kondisi ini bisa menyebabkan kehilangan hasil. “Pekebun karet perlu lebih memperhatikan perubahan iklim dan membuat strategi adaptasinya,” kata Thomas Wijaya, peneliti Pusat Penelitian Karet Indonesia, PT Riset Perkebunan Nusantara.
Pemanasan global membuat anomali iklim yaitu El Nino/La Nina menjadi lebih ekstrim. Curah hujan menjadi lebih berfluktuasi. La Nina disebabkan penurunan suhu di Lautan Pasifik dan terkait peningkatan curah hujan. Sampai akhir tahun 2020 iklim mengarah ke La Nina, sehingga harus beradaptasi dengan fluktuasi iklim. Data BKMG menunjukkan Januari Pebruari sebagian wilayah mempunyai curah hujan lebih tinggi dari rata-rata.
Dampak La Nina adalah terganggunya pembungaan sehingga produksi biji akan berkurang. Kebun sumber benih karet menggunakan biji sebagai batang bawah sehingga kapasitas produksi akan berkurang.
Hari sadap berkurang sehingga produksi karet bisa berkurang. La Nina tahun 2009 kehilangan hari sadap karena hujan adalah 7 hari sedang tahun 2010 16 hari. Perkiraan kehilangan hasil akibat hari sadap berkurang 9 hari adalah 90 kg/ha. Tahun 2010 juga diikuti dengan serangan gugur daun yang disebakan Colletotrichum yang membuat produksi stagnan 3-4 bulan.
Tetapi La Nina juga membawa keuntungan. Kecukupan air membuat pertumbuhan lilit batang pada masa TBM optimal. Kebun sumber benih bisa menghemat biaya irigasi.
Upaya mengatasi anomali iklim La Nina adalah dengan membuat perwilayahan agrokilmat karet. “Siklus budidaya karet cukup panjang 30 tahun sehingga sangat penting pada awal penanaman melakukan survei lahan untuk kesesuaian iklim,” katanya.
Karet ideal ditanam di type iklim B (sedang) dengan curah hujan 1500-3000 mm/tahun dan bulan kering 0-2 bulan. Sedang pada lahan dengan type iklim A (basah) dengan curah hujan 3000-4000 mm/tahun dan bulan kering 0 kendalanya adalah penyakit Colletotrichum. Sedang pada iklim type C (kering) dengan curah hujan 1500-3000 mm dan bulan kering 3-4 bulan kendalanya adalah stres air moderat. Tidak direkomendasikan menanam karet pada lahan yang curah hujannya diatas 4000 mm/tahun atau bulan kering lebih dari 4 bulan atau suhu dibawah 250 C. Zoning Agroklimat berdasarkan data iklim jangka panjang.
Klon yang dianjurkan untuk iklim basah adalah RRIC 100, BPM 1, IRR 118, PB 260. Iklim sedang BPM 24, BPM 107, PB 217, PB 260, BPM 109, PR 255, PR 261, Avros 2037, BPM 1, PB 330, RRIC 100. Iklim kering BP 260, IRR 118, BPM 1.
Perusahaan perkebunan karet atau Gapoktan yang cukup besar harus selalu memonitoring iklim juga melakukan update prediksi El Nino/La Nina melalui situs BKMG. Monitoring iklim dulu dengan stasiun klimatologi mahal yang harus dipantau berkala, sekarang ada teknologi yang relatif lebih murah dan bisa real time yaitu automatic weather station. Hal ini penting untuk penyesuain manajemen kebun.
Hujan menyebabkan panel sadap basah sehingga lateks banyak yang tidak masuk ke cup lump dan terbuang. Di Sumsel kehilangan hasil adalah 7 gram/sadap/pohon. Hal ini bisa diatasi dengan rain guard yang membuat lateks masuk ke cup lump dan air yang masuk hanya 20%.