Jakarta, mediaperkebunan.id – Perubahan iklim merupakan isu global yang mempunyai dampak besar pada berbagai sektor industri, termasuk salah satunya industri kelapa sawit. Kelapa sawit merupakan tanaman yang sangat rentan terhadap perubahan iklim. Hal ini dikarenakan tanaman sawit mempunyai sifat yang bergantung pada kondisi lingkungan yang stabil untuk dapat tumbuh secara optimal.
Faktor-faktor seperti perubahan pola curah hujan, peningkatan suhu, dan frekuensi cuaca ekstrem lainnya sangat memberikan dampak yang besar untuk produktivitas kelapa sawit. Perubahan tersebut tidak hanya mempengaruhi hasil panen, namun juga meningkatkan gangguan fisiologis pada tanaman seperti penurunan kualitas tanah, serta serangan hama dan penyakit.
Apabila tidak ditangani dengan tepat, perubahan iklim yang terjadi pada saat ini dapat mengancam keberlanjutan industri sawit kedepannya. Oleh sebab itu, para pelaku industri ini harus mempunyai strategi adaptasi dan mitigasi untuk menjaga produktivitas sawit di tengah tantangan perubahan iklim yang semakin nyata.
Berkaitan dengan tantangan tersebut, p3pi dan Media Perkebunan mengadakan online training yang membahas mengenai “Perubahan Iklim dan Produktivitas Sawit”. Online training ini menghadirkan narasumber yang kompeten di bidangnya yaitu Hasril Hasan Siregar (BKS-PPS), Iput Pradiko (PPKS), Nuzul Hijri Darlan (PPKS), dan Prof. Dr. Heri Budi Wibowo (Ahli Peneliti Utama BRIN).
Hasril Hasan Siregar menjelaskan bahwa perubahan iklim merupakan tantangan yang akan terus dihadapi kedepannya. Adanya perubahan iklim mengakibatkan jumlah dan frekuensi cuaca ekstrim terus meningkat. Musim hujan akan semakin basah, musim kemarau akan semakin kering, dan hal ini akan memberikan dampak pada kelapa sawit.
Dampak perubahan iklim terhadap kelapa sawit meliputi perubahan kesesuaian lahan akibat peningkatan temperatur udara, dan kemungkinan produktivitas rendah serta fluktuatif akibat iklim ekstrim. Oleh karena itu perlu dijustifikasi, di monitor, dan perlu penyesuaian terhadap berbagai model model sehingga dapat dilakukan mitigasi dan adaptasi.
“Perubahan iklim climate change yang disebabkan oleh pemanasan global dan peningkatan gas rumah kaca, peningkatan suhu itu benar benar nyata telah terjadi. Bukan untuk sawit tetapi juga untuk kehidupan manusia. Perubahan ini akan berdampak pada kesesuaian lahan dan fluktuatif produksi yang sulit untuk diprediksi. Oleh karena itu perlu dijustifikasi, di monitor, dan perlu penyesuaian terhadap berbagai model model. Mitigasi dan adaptasi perlu selalu dilakukan, baik dengan pendekatan model model maupun operasional di lapangan,” ujar Hasril.
Perubahan iklim memiliki dampak besar terhadap produktivitas kelapa sawit, terutama melalui pengaruhnya terhadap curah hujan, suhu + kelembaban udara (Vapour Pressure Deficit), dan radiasi matahari. Ketiga unsur tersebut mempunyai peranan yang penting pada budidaya kelapa sawit. Iput Pradiko menyebutkan bahwa VPD (Vapour Pressure Deficit) yang paling besar mempengaruhi fluktuasi yield kelapa sawit atau produktivitas sawit.
Suhu dan kelembaban udara merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan oleh karena itu keduanya muncul sebagai turunan baru yakni VPD (Vapour Pressure Deficit). VPD yang tidak maksimal dapat mempengaruhi evapotranspirasi kelapa sawit sehingga akan mengganggu proses fotosintesis dan mempengaruhi durasi panen.
“Suhu dan kelembaban adalah sebuah kesatuan sehingga hadir variabel baru yaitu VPD (Vapour Pressure Deficit. Yang dimana VPD ini mempengaruhi evapotranspirasi dan nantinya akan mengganggu proses fotosintesis. VPD merupakan faktor signifikansi yang mempengaruhi variasi dari fluktuasi yield yang ada di tanaman kelapa sawit. Suhu dan kelembaban ini juga akan mempengaruhi durasi panen,” jelas Iput.
Perubahan iklim merupakan suatu kenyataan yang harus dihadapi sehingga dibutuhkan aksi dan upaya yang nyata untuk memperlambat lajunya. Nuzul Hijri Darlan menyatakan bahwa terdapat tiga antisipasi yang dapat dilakukan untuk mengatasi perubahan iklim di perkebunan kelapa sawit yakni dengan melakukan adaptasi, mitigasi, kolaborasi dan kebijakan.
Untuk menghadapi perubahan iklim yang sulit diprediksi dan anomali iklim yang semakin sering terjadi, maka penting untuk dilakukan adaptasi. Sebagai bentuk tindakan preventif, para pelaku industri sawit harus menyiapkan lahannya dan menyehatkan tanamannya sehingga tanaman sawit akan siap apabila terserang penyakit. Apabila tanamannya sehat, maka tingkat terjangkit penyakitnya akan semakin kecil dan lebih bisa bertahan.
“Secara umum adaptasi kita lakukan karena iklim sudah sangat sulit diprediksi dan banyak pola pola anomali iklim yang semakin sering kejadiannya. Oleh karenanya kita harus melakukan tindakan preventif supaya kita dapat menyiapkan lahannya dan menyehatkan tanamannya supaya siap dengan penyakit. Kalau tanamannya sehat maka tingkat terjangkit penyakitnya akan kecil dan lebih survive akan bertahan. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan yaitu dengan menyiapkan pengelolaan air, perlakuan tanah, pemanfaatan bibit unggul, monitoring iklim, analisis iklim, dan identifikasi resiko,” kata Nuzul.
Kegiatan adaptasi yang dapat dilakukan meliputi adaptasi teknik budidaya, monitoring & analisis Iklim, serta diversifikasi pendapatan. Kemudian untuk kegiatan mitigasi dapat dilakukan dengan pengurangan emisi (Carbon & Metan), konservasi hutan & keanekaragaman hayati, dan energi terbarukan. Selain adaptasi dan mitigasi, juga dibutuhkan kolaborasi antar pihak pelaku industri dan pemerintah sehingga dapat tercipta kebijakan yang mendukung penurunan emisi gas di industri sawit.
Selain langkah – langkah di atas, dampak perubahan iklim terhadap produktivitas sawit juga dapat dicegah dengan melakukan modifikasi cuaca. Seperti yang dikatakan oleh Heri Budi Wibowo, bahwa penerapan modifikasi cuaca dapat mempertahankan produktivitas sawit dari kerugian disebabkan kemarau panjang.
Pemilihan modifikasi cuaca disesuaikan dengan geografi-topografi daerah dan luas lahan kebun sawit.Strategi modifikasi cuaca yang tepat untuk daerah tertentu memberikan nilai tambah optimal bagi industri sawit. Modifikasi cuaca dilakukan untuk mengkondisikan cadangan air di kebun dan mencegah kebakaran akibat fenomena kemarau yang panjang.
“Modifikasi cuaca merupakan kombinasi sumber awan, potensi awan, dan angin. Modifikasi cuaca dapat mempertahankan produktivitas sawit dari kerugian disebabkan kemarau panjang. Pemilihan modifikasi cuaca disesuaikan dengan geografi-topografi daerah dan luas lahan. Strategi modifikasi cuaca yang tepat untuk daerah tertentu memberikan nilai tambah optimal,” ujar Heri.
Perubahan iklim merupakan ancaman yang nyata bagi keberlanjutan produktivitas kelapa sawit di Indonesia dan juga dunia. Dengan langkah adaptasi dan mitigasi yang tepat, industri kelapa sawit akan terus menghasilkan produktivitas yang optimal dengan langkah yang berkelanjutan. Sinergi antara inovasi teknologi, praktik berkelanjutan, dan kebijakan akan menjadi kunci untuk menjawab tantangan perubahan iklim di perkebunan kelapa sawit.