2020, 29 Agustus
Share berita:

Jakarta, Media Perkebunan.id

Rendahnya harga TBS pekebun penyebabnya adalah masih banyak pekebun swadaya menjual TBS sendiri-sendiri ke pengumpul (ramp unit, loading unit), masih banyak kebun swadaya masuk kawasan hutan, mutu panen hasil TBS tidak sesuai persyaratan, lokasi kebun jauh dari jalan utama, lemahnya kelembagaan pekebun, banyak PKS yang melebihi kapasitas olah TBS dan lemahnya pengawasan dari tim penetapan harga ditingkat provinsi (dinas terkait). Normansyah H Syahrudin, Kasubdit Pemasaran Hasil, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan menyatakan hal ini.

Permentan nomor 01 tahun 2018 Tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun memasukkan definisi pekebun dan kemitraan dalam peraturan sehingga bisa lebih dipahami semua pihak. Permentan ini ditujukan untuk semua pekebun yang melakukan kemitraan dengan PKS.

Permentan ini mengatur harga TBS petani yang bermitra dengan pabrik kelapa sawit, tidak hanya petani plasma, namun juga bisa diterapkan kepada petani swadaya yang memiliki perjanjian kerjasama dengan PKS. Kemitraan diharapkan minimal 10 tahun untuk memastikan sifatnya berkelanjutan serta mengacu pada return of investment dari pabrik kelapa sawit.

Permentan memasukkan unsur Biaya Operasional Tidak Langsung (BOTL) , sehingga indeks K direvisi. Berhubung semua daerah memanfaatkan sisa cangkang maka dimasukkan pemanfaatan sisa cangkang. Perhitungannya diserahkan pada daerah masing-masing sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan oleh Gubernur.

Penetapan harga pembelian TBS dilakukan minimal 1 bulan sekali (ada yang seminggu sekali, ada yang 2 minggu sekali) oleh Tim Penetapan Harga Pembelian TBS. Tim dibentuk oleh gubernur dengan anggota pemda provinsi dan kabupaten/kota yang membidangi perkebunan, perusahaan perkebunan dan atau asosiasi pengusaha kelapa sawit; perwakilan pekebun meliputi kelembagaan pekebun atau asosiasi pekebun kelapa sawit.

Baca Juga:  HPS ke-41, Perkebunan Tetap Eksis

Harga pembelian TBS produksi pekebun oleh perusahaan perkebunan didasarkan pada rumus harga pembelian TBS. Masing-masing perusahaan anggota tim mengusulkan indeks K minimal sebulan sekali pada tim penetapan harga untuk diklarifikasi dan selanjutnya ditetapkan. Indeks K merupakan kompensasi yang diterima petani.

Juli 2020 harga pembelian TBS umur 10-20 tahun tertinggi adalah Sumut Rp1.662/kg, kemudian Riau Rp1,627/kg dan Sumbar Rp1.596/kg. Sedang yang terendah adalah Sulawesi Barat Rp1.175/kg, kemudian Sulawesi Tengah Rp1.252/kg dan Bengkulu Rp1.277/kg. Provinsi yang sudah menindaklanjuti Permentan 01 tahun 2018 dengan membuat Pergub adalah Sumut, Kalbar, Babel, Bengkulu, Kalsel dan Sumsel.

Sebagai tindak lanjut Permentan ini perlu monitoring dan evaluasi penerapan harga pembelian TBS. Pemda harus memfasilitasi kemitraan berkelanjutan antara pekebun swadaya dengan PKS. Pengujian rendemen CPO dan PK untuk provinsi yang sudah lewat 5 tahun.