2017, 16 Januari
Share berita:

Perluasan mandatori biodiesel memberi manfaat ganda baik manfaat ekonomi, lingkungan dan kedaulatan energi bagi Indonesia.

Konsumsi solar Indonesia setiap tahun terus bertumbuh seiring meningkatnya perekonomian dan jumlah penduduk. Tahun 2016 yang lalu konsumsi solar diperkirakan sekitar 37 juta kilo liter, dimana sekitar 50 persen merupakan solar subsidi (PSO) dan 50 persen sisanya solar industri (Non PSO). Untuk memenuhi kebutuhan tersebut sekitar 50 persen dipenuhi dari produksi domestik dan 50 persen diimpor. Sekitar 20 milliar dollar Amerika Serikat setiap tahun dihabiskan untuk mengimpor solar tersebut. Selain itu, akibat konsumsi solar tersebut sekitar 150 juta ton emisi karbon mengotori udara bumi Indonesia setiap tahun. Oleh karena itu, mengurangi konsumsi solar yang dilakukan Pemerintah melalui kebijakan mandatori biodiesel sangat tepat dan perlu dipercepat. Karena selain menghemat devisa impor solar, juga menghemat sekitar 62 persen emisi karbon.

Sampai tahun 2016 mandatori biodiesel (pencampuran wajib biodiesel dalam konsumsi solar) ditargetkan 20 persen atau B-20. Artinya setiap 10 liter biosolar yang kita isi di SPBU, mengandung 2 liter biodiesel. Namun kebijakan B-20 tersebut baru diberlakukan pada solar PSO (solar subsidi) sementara solar industri yang justru memiliki kemampuan daya beli kuat belum diberlakukan. Sehingga jika dihitung dari total konsumsi solar nasional (PSO dan Non PSO), belumlah mencapai B-20 , baru mencapai B-10.

Saatnya pemerintah lebih konsisiten untuk memberlakukan kebijakan mandatori biodiesel tersebut baik pada PSO maupun untuk industri. Apalagi untuk konsumsi industri, yakni umumnya digunakan untuk mesin-mesin yang tidak bergerak (stationer) penggunanan B-50 bahkan lebih masih sangat mungkin. Hitung-hitungan manfaat ekonomi dan manfaat lingkungan menunjukkan bahwa semakin besar pencampuran biodiesel dalam konsumsi solar, semakin menguntungkan Indonesia.

Baca Juga:  Dua Kebijakan Sawit dalam Menjaga Daya Saing

Jika Indonesia dapat merealisasikan B-30 pada konsumsi solar PSO maupun non PSO, berarti Indonesia dapat mengurangi sekitar 11 juta kilo liter impor solar. Dampak lingkunganya, akan mengurangi emisi karbon ke udara bumi sebesar 30 juta ton karbon dioksida setiap tahun. Pengurangan polusi udara tersebut jelas makin membuat udara bumi makin bersih dan menyumbang pada upaya penurunan pemanasan global.

Dampak ekonominya juga akan sangat besar. Pengurangan solar impor berarti menghemat devisa sekitar 10 miliar dollar Amerika Serikat per tahun. Selain itu, biodesel yang bahan bakunya dari CPO, peningkatan penggunaan biodisel tersebut akan berdampak positif bagi 190 kabupaten sentra kebun sawit nasional.

Multiplier benefit penggantian solar impor dengan biodiesel di dalam negeri dinikmati rakyat Indonesia utamanya pada sentra-sentra sawit nasional. Sementara jika solar impor tetap dipertahankan selain menambah polusi udara bumi Indonesia, boros devisa juga multiplier manfaatnya dinikmati rakyat negara lain bukan di Indonesia.

Untuk itu sudah saatnya Pemerintah dan DPR lebih serius untuk memperluas mandatori biodiesel tersebut. LSM lingkungan yang selama ini sangat intensif membela kelestarian lingkungan, mendukung perluasan mandatori biodiesel merupakan cara yang rasional untuk mengurangi polusi udara maupun bagian upaya mengatasi pemanasan global. Perluasan mandatori biodiesel (penggantian solar dengan biodisel) perlu dijadikan agenda penting dalam forum-forum lingkungan dan perubahan iklim global. Sumber: indonesiakita.or.id/YIN