JAKARTA, Mediaperkebunan.id – Diperlukan kemandirian petani dalam upaya meningkatkan produksi dan produktivitas komoditi kakao. Penerapan prinsip keberlanjutan produk dan peningkatan produktivitas juga perlu diwujudkan. Kementerian Pertanian (Kementan) pada 2023 mengalokasikan pengembangan kakao seluas 8.050 hektare (Ha).
“Perlu untuk mewujudkan kemandirian petani dalam upaya meningkatkan produksi dan produktivitas dengan prinsip berkelanjutan produksi serta peningkatan kualitas produksi,” ujar Direktur Jenderal Perkebunan, Kementan, Andi Nur Alam Syah di Jakarta.
Saat ini, kata Andi Nur, Indonesia telah bertransformasi dari negara penghasil biji kakao menjadi pengolah kakao terbesar ketiga dunia setelah Pantai Gading dan Belanda. Ekspor kakao Indonesia meningkat sebesar 0,85 persen dari tahun 2021 yaitu dari 382.718 ton dengan nilai Rp 17,22 triliun pada tahun 2022 menjadi 385.981 ton dengan nilai Rp 19,80 triliun.
Andi Nur menyebutkan, luas areal kakao nasional tahun 2021 mencapai 1.460.396 ha dengan produksi sebesar 688.210 ton biji kering dengan produktivitas 0,72 ton/ha. Untuk luas areal kakao di Provinsi Sulawesi Tenggara seluas 236.793 ha dengan produksi 107.152 ton dengan produktivitas sebesar 0,64 ton/ha dan Kabupaten Kolaka seluas 28.663 ha, produksinya 8.022 ton dengan produktivitas sebesar 0,45 ton/ha.
“Pada tahun 2023 ini, kita mengalokasikan kegiatan pengembangan kakao seluas 8.050 hektar melalui kegiatan intensifikasi, peremajaan dan perluasan yang didukung operasional substation dan juga kita akan lakukan pilot project fertigasi kakao,” papar Andi Nur.
Selain itu, kata Andi Nur, pihaknya juga telah meluncurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) khusus perkebunan yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh petani di Indonesia. Hal ini menjadi salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan produksi dan produktivitas kakao nasional. (*)