JAKARTA, mediaperkebunan.id – Perlu dibangun sistem nasional yang mewajibkan ketertelusuran sawit hingga ke kebun petani sawit swadaya. Hal ini guna menjawab tudingan produk sawit Indonesia yang terkait isu deforestasi Uni Eropa.
Demikian ditegaskan Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian (Kementan) Prayudi Syamsuri dalam Forum Diskusi Group kelapa sawit di Jakarta, beberapa waktu lalu,
Prayudi mengatakan, kesiapan Indonesia untuk memenuhI persyaratan “uji tuntas” masih menghadapi tantangan dalam penilian risiko. “Keberadaan hutan dan prevalensi deforestasi di provinsi dan kabupetan sentra produksi kelapa sawit masih tinggi,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Prayudi, Indikasi deforestasi juga masih ada, rantai pasok kelapa sawit masih kompleks. Risiko produk bercampur dengan produk yang tidak diketahui asalnya tinggi.
Prayudi juga menyoroti belum adanya sistem yang merekam data koordinat geolokasi seluruh perkebunan sawit secara menyeluruh, khususnya untuk petani sawit. Hal inilah yang menyebabkan tingkat sertifikasi Indonesia Sustanable Palm Oil (ISPO) pekebun masih rendah.
Dari 6,7 juta hektare (ha) kebun sawit rakyat baru 32 sertifikat ISPO yang dikeluarkan untuk pekebun. Kementan pun terus melakukan percepatan sertifikasi ISPO bagi pekebun swadaya dengan bekerjasama pemangku kepentingan. (YR)