Jakarta, perkebunannews.com – Benar, bahwa cukai yang diberikan dari Industri Hilir Tembakau tidaklah kecil, yaitu mencapai Rp 200 triliun pada tahun 2018. Namun keberpihakan terhadap petani perkebunan tembakau sangatlah mininm. Padahal tembakau juga masuk dalam komoditas pertanian.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Budidoyo kepada perkebunannews.com, Senin (6/1).
Lebih dari itu, Budidoyo pasar IHT tidak hanya besar didalam negeri, tapi juga di luar negeri salah satunya produk yang paling besar diekspor dalam bentuk cerutu.Seperti diketahui hampir seluruh produksi cerutu di Indonesia diekspor ke luar negeri. Sebab memang pasar ekspor cerutu itu hampir semua diekspor.
“Artinya pasar tembakau baik didalam ataupun luar negeri tidaklah kecil, tapi mengeapa perhatian kepada petani timbakau sangat kecil,” keluh Budidoyo.
Disisi lain, Budidoyo mengakui, cerutu memang kebanyakan di ekspor memang beberapa yang konsusimsi dalam negeri. Termasuk diantaranya tembakau di Deli, Sumatera Utara untuk cerutu yang memang pangsanya besar.
“Medan yang dulu dikenal sebagai sentra tembakau berubah jadi tanaman lain. Padahal Medan dahulu dikenal karena tembakaunya yang dibuat menjadi cerutu dan sempat merajai dunia,” tutur Budidoyo.
Semua ini, menurut Budidoyo juga karena adanya tekanan asing ingin mematikan tembakau asal Indonesia . Padahal potensinya luar biasa. Bahkan masih banyak lahan yang berpotensi untuk ditanami tembakau untuk mengurangi impor, karena memang pasar IHT tidaklah kecil.
“Kami heran kami (petani tembakau) potensinya banyak tapi kenapa impor juga banyak? Padahal masih banyak lahan yang bisa ditanami tembakau dan kenapa perkebunan tidak jadi komoditas unggulan meski yang disumbakan tidaklah kecil,” risau Budidoyo.
Melihat hal ini, Budidoyo berharap kepada Menteri Pertanian yang baru untuk bisa memperhatikan
perkebunan tembakau. Sebab perkebunan tembakau bagian dari pertanian. “Jangan sampai petani tembakau kembali minim perhatian,” pungkas Budidoyo. YIN