2022, 14 Oktober
Share berita:

Solo, Mediaperkebunan.id

Kondisi dunia sedang tidak baik-baik saja. Ancaman resesi global, krisis pangan dan energi sedang mengancam dunia. Semua negara harus bersiap untuk menghadapinya termasuk Indonesia. Dengan lingkungan strategis yang terus berubah maka akselerasi dan percepatan menjadi kata kunci.

“Ketika saya diangkat menjadi Dirjen Perkebunan maunya langsung berlari kencang. Ternyata banyak sekali Permentan yang meregulasi perkebunan, sehingga kebijakan saya bisa saja menabrak kiri kanan. Karena itu saya ingin merevisi peraturan-peraturan yang membuat negara malah tidak diuntungkan,” kata Dirjen Perkebunan, Andi Nur Alam Syah.

Bagi Andi Nur , Ditjen Perkebun harus berubah. “Beberapa waktu yang lalu saya membuka acara Penilaian Usaha Perkebunan kerjasama Ditjenbun dengan LPP. Tidak ada anggran untuk PUP, tetapi penilai tetap melakukan. Karena tidak ada anggaran mereka melakukan penilaian tanpa digaji. Tetapi mereka sangat bersemangat untuk datang dan nanti melakukan penilaian pada perusahaan perkebunan. Berarti ada sesuatu yang membuat mereka senang melakukan penilaian pada perusahaan perkebunan,” katanya.

Andi Nur ingin mengubah kondisi ini. Sekarang penilai yang melakuan penilaian usaha perkebunan tetapi yang menyatakan masuk kelas berapa adalah kelembagaan yaitu Dinas Perkebunan/Ditjenbun. Tidak ada tanggung jawab individu penilai bila hasil penilainya tidak benar misalnya.

Seperti pada alat mesin pertanian, Andi Nur ingin mengubah menjadi penilaian dilakukan oleh LsPro. Penilaian menjadi tanggung jawab LsPro. Bila ada masalah maka menjadi tanggung jawab LsPro sepenuhnya. Perusahaan yang dinilai harus membayar biaya resmi pada LsPro.

“Saya akan membangun nilai dan tatanan baru Ditjen Perkebunan. Saat ini sedang disusun oleh Sesditbun. ASN Ditjenbun harus responsif. Perkebunan merupakan penghasil devisa negara. Keterlambatan ASN Ditjenbun bisa mengakibatkan potensi devisa negara negara yang seharusnya bisa diraih hilang,” katanya.

Baca Juga:  Perkebunan Tingkatkan Ekonomi Nasional

Contoh kelambatan itu saat ini permintaan kelapa pandan wangi sangat tinggi. Ada kebun di Medan yang juga kebun benih menghasilkan kelapa pandan wangi 2500 butir per hari. Produksi sebesar ini untuk Medan dan sekitarnya saja tidak cukup apalagi untuk masuk pasar Jakarta.

Karena itu untuk mempercepat pemenuhan kebutuhan kelapa pandan wangi maka perbanyak sumber benih. Di Riau ada orang meminjam KUR membangun sendiri kelapa pandan wangi yang beda dengan Sumut. Tetapi belum bisa dijadikan sumber benih karena belum dilepas. Pemilik kesulitan memenuhi syarat pelepasan. Disini Diirjenbun harus masuk membantu mengatasi masalah sehingga bisa dilepas.

Nilai baru lain bagi ASN Ditjenbun adalah kolaboratif. Hal ini penting sebab memang tidak ada hal yang bisa dikerjakan sendiri. Dirjenbun sedang penjajakan kerjasama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yaitu Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur untuk memasukan unsur perkebunan dalam pengembangan destinasi wisata baru.

“Misalnya pengembangan pariwisata dengan sajian kelapa di atas meja. Salah satu program kemenparekaf adalah pengembangan ekosistem kopi. Disini kolaborasi misalnya ada destinasi wisata baru di Toraja maka disajikan kopi Toraja juga. Kita juga bisa kirim kelapa genjah untuk ditanam di Labuhan Bajo, menjadi minuman andalan turis di sana,” kata Andi.

Kolaborasi lainya adalah dengan Kementerian Pekerjaaan Umum dan Perumahan Rakyat. PUPR yang akan membangun nursery modern sebagai infrastruktur pertanian. Nursery modern ini digunakan oleh Ditjenbun.

Dengan nilai baru ini maka Ditjebun semakin lincah dan ramping. Aturan-aturan yang mempersulit akan direview ulang. Harapannya adalah investasi semakin banyak diperkebunan. “Saya terbuka sekali dengan investasi,” katanya.

.