Jakarta, mediaperkebunan.id – Pertanian merupakan salah satu sektor yang penting bagi negara Indonesia dan Jepang. Walaupun keduanya merupakan negara agraris, tetapi sistem pertanian yang digunakan oleh kedua negara tersebut sangatlah berbeda. Pertanian di jepang berhasil dibangun dengan teknologi yang lebih modern dengan sistem kerja yang baik sehingga mampu memproduksi hasil tani yang berkualitas, sehat dan cepat.
Perbedaan ini menyangkut teknologi, sumber modal dan kesejahteraan petani. Perbedaan sistem dengan negara Jepang ini dapat dijadikan contoh oleh pertanian Indonesia untuk memajukan pertanian Indonesia.yang lebih modern dan unggul. Yuk simak perbedaan-perbedaan tersebut pada artikel ini!
Teknologi yang digunakan
Terdapat perbedaan yang signifikan mengenai sistem teknologi yang digunakan oleh kedua negara ini. Teknologi pertanian di Jepang jauh lebih canggih dan inovatif dibandingkan dengan Indonesia. Hampir semua proses pertanian mulai dari membajak, menanam, memupuk dan kegiatan lainnya sudah menggunakan mesin yang canggih seperti traktor robot, drone, dan transplanter.
Berbeda dengan negara Indonesia yang pertaniannya masih menggunakan alat tradisional dan teknologi yang lebih sederhana. Tidak jarang di Indonesia masih banyak ditemukan petani yang menggunakan kerbau untuk mengelola sawah. Salah satu penyebab petani di Indonesia masih menggunakan teknologi tradisional dikarenakan terkendalanya kondisi finansial.
Pekerjaan petani di Jepang juga merupakan pekerjaan dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Pemerintah juga memberikan dukungan kepada petani untuk melakukan revitalisasi pertanian di daerah pedesaan. Hal ini membuat penggunaan teknologi canggih sudah menjadi standar dalam pertanian di Jepang.
Di negeri matahari terbit ini teknologi robotik, sensor, automatisasi dan kecerdasan buatan merupakan hal yang wajar untuk digunakan dalam pertanian mereka. Teknologi tersebut digunakan untuk melakukan pembajakan, penanaman, penyemprotan petisida dan panen. Sedangkan di Indonesia penggunaan teknologi robot di pertanian masih sangat terbatas dan lebih banyak dilakukan dengan cara manual.
Selain terkait dengan penanaman, Jepang juga sudah menggunakan teknologi Internet of Things (Iot) terkait dengan sensor untuk melakukan pemantauan dan manajemen irigasi secara otomatis. Penggunaan sensor ini sangat membantu pekerjaan petani menjadi lebih efisien dan tepat. Berbeda dengan Jepang, penggunaan teknologi sensor di Indonesia sangat terbatas karena masih banyak petani yang menggunakan pengetahuan dan pengalaman tradisional.
Sumber modal pertanian di Jepang
Sektor pertanian Jepang menyumbang sekitar satu persen PDB negara tersebut. Meskipun hanya sekitar 20 persen dari luas lahan di negara kepulauan ini yang cocok untuk bercocok tanam, negara ini memiliki pertanian yang intensif, dengan sawah dan ladang yang menempati sebagian besar wilayah pedesaan. Oleh karena itu sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mendapatkan proteksi dari pemerintah dan mendapatkan subsidi modal dalam jumlah yang besar.
Pemerintah menganggarkan sebanyak 2,2 triliun yen atau setara lebih dari Rp. 200 juta triliun untuk sektor pertanian di Jepang. Hal ini jauh lebih tinggi dari yang diberikan oleh pemerintah kepada petani Indonesia. Jumlah anggaran pemerintahan Indonesia untuk sektor pertanian tercatat sebanyak Rp. 192 triliun
Pemerintah Jepang banyak memberikan subsidi teknologi pertanian terkini kepada para petani. Jepang memberikan subsidi kepada petaninya 20 jenis robot yang dapat membantu petani mulai dari penanaman hingga pemanenan. Kemajuan teknologi ini juga dilakukan oleh pemerintah Jepang dengan berkolaborasi bersama banyak universitas dan pabrik mesin untuk mengembangkan teknologi tercanggih yang diuji di lapangan.
Dukungan pemerintah Jepang di bidang pertanian sangat tinggi dalam mengatur jenis tanaman yang sesuai dengan permintaan pasar. Tata niaga pertanian Jepang sudah diatur sehingga produk pertanian lokal menjadi primadona di masyarakat Jepang.
Kebijakan tersebut membuat para petani tidak kesulitan dalam menjual produk pertanian di dalam negeri. Lain berbeda dengan Indonesia yang kebijakan pemerintahnya masih mengimpor produk-produk pertanian dari luar. Hal ini kemudian dapat merugikan para petani lokal di Indonesia.
Pemerintah Jepang juga menyediakan fasilitas yang sangat memadai untuk petani melakukan usaha. Salah satu fasilitasnya terdapat pada sarana input produksi yang memadai dan hasil produksinya diserap oleh Koperasi. Koperasi ini juga memberikan bantuan biaya tanpa bunga untuk membeli petisida dan pupuk setara Rp. 13 juta per ha.
Kesejahteraan petani
Dilansir dari disbun.kaltimprov.go.id, petani di Jepang harus rajin dan tidak boleh bermalas-malasan. Petani di negeri sakura harus disiplin waktu tanam dan panen dikarenakan pertanian di Jepang mempunyai empat musim. Apabila terlambat melakukan penanaman maka dapat berpengaruh sangat signifikan terhadap hasil panen yang berkualitas rendah.
Walaupun pertanian di Jepang melibatkan mesin yang canggih dalam proses pertaniannya, ternyata petani Jepang mempunyai jam kerja yang sama dengan orang-orang kantoran pada umumnya. Umumnya jam kerja petani di Jepang berkisar 8 jam per hari dengan waktu yang disiplin.
Petani Jepang juga biasanya mempunyai beberapa karyawan yang membantunya mengurus lahan pertanian berhektar-hektar. Pada umumnya petani Jepang akan masuk kerja pada jam 2 pagi dan akan selesai pada sekitar jam 11 siang.
Untuk lembur para petani akan beristirahat sampai setelah jam 12 siang dan pekerjaan akan dilanjutkan sampai jam 5 sore. Bahkan petani yang melakukan lembur bukan tidak mungkin hanya mempunyai waktu tidur sebanyak 4 jam sehari.
Menurut Permenaker No. 27 Tahun 2015 mengenai waktu kerja dan waktu istirahat sektor agribisnis hortikultura, sistem kerja pertanian di Indonesia tidak jauh berbeda dengan pertanian jepang. Jam kerja petani di Indonesia berkisar 8 jam per hari dengan jumlah masuk kerja sebanyak 5 hari per minggu.
Dari segi gaji, pertanian Jepang mempunyai gaji yang lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia. Pekerjaan dalam bidang pertanian di negeri Sakura tersebut meliputi menanam, mengelola, mengirim hingga memanen hasil padi, buah dan sayur. Kisaran gaji yang didapatkan dari pertanian Jepang adalah sekitar Rp. 20 juta hingga Rp. 30 juta.
Pendapatan rata-rata untuk rumah tangga sektor pertanian di Jepang mencapai angka 5,48 juta yen atau setara Rp. 600 juta per musim panen. Sedangkan di Indonesia pendapatan rata-rata hanya mencapai Rp 49 juta per hektar atau sekitar Rp 1,25 juta per bulan.
Itu dia ketiga perbedaan dari pertanian Jepang dan Indonesia yang meliputi teknologi, sumber modal dan kesejahteraan petani. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan teknologi di Jepang yang lebih canggih dan unggul membuat tingkat kesejahteraan petani di Jepang menjadi lebih tinggi. Dalam menciptakan pertanian yang maju dan modern, maka dibutuhkan kerja sama antara pemerintah dengan peneliti, pabrik dan petani.