2nd T-POMI
2024, 8 Mei
Share berita:

Bogor, Mediaperkebunan.id

Salah satu kunci mencapai swasembada gula adalah berbasis ilmiah (scientific), karena bukan hanya target swasembada saja tetapi harus berdaya saing. “Budidaya tebu melibatkan banyak petani, sehingga harus berdaya saing. Budidaya tebu harus menguntungkan petani sehingga harus ada keberlanjutan. Kalau tidak maka petani akan menanam komoditas lain sehingga pencapaian swasembada gula akan sulit tercapai,”kata Prof Andi M Syakir, Ketua Umum PERAGI (Persatuan Agronomi Indonesia) pada FGD “Plant Cane’ Bongkar Ratoon untuk Meningkatkan Produktivitas Gula Tebu Rakyat Pada Lahan Kering”.

Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah peningkatan produktivitas. Ekstensifikasi bisa juga dilakukan tetapi perlu upaya yang luar biasa besar untuk melaksanakannya. Dengan intensifikasi ada peluang  untuk mencapai produktivitas tinggi , mencapai optimalisasi produksinya.

Lahan kering menjadi salah satu tema karena tebu di Indonesia saat ini ditanam pada ekosistem lahan kering. Tanaman tebu perlu air, meskipun ditanam pada lahan kering tidak berarti pemenuhannya tergantung pada curah hujan. Ketika defisit air perlu ada  irigasi.

Kata kunci lainnya adalah varietas. Di Indonesia banyak sekali varietas unggul tebu yang sudah lama digunakan petani. Secara teori, kalau varietas yang sama digunakan berkali-kali maka potensi untuk meningkatkan produktivitas akan berkurang.

“Karena itu Peragi digandeng  oleh Ditjen Perkebunan dengan pendekatan harus mencari varietas yang sesuai agroekosistemnya. Varietas unggul tebu tidak berlaku umum, sangat spesifik lokasi. Tiap wilayah sesuai agro ekosistemnya akan punya varietas unggul yang berbeda,” kata Syakir.

Praktik budidaya tebu juga ditinjau ulang oleh Peragi. Apakah cara budidaya yang dahulu sesuai, masih bisa dipraktekkan saat ini dengan cara yang sama mengingat daya dukung lahan semakin berkurang. Beberapa faktor penyebab berkurangnya daya dukung lahan adalah erosi, berkurangnya kandungan unsur hara, bahan organik yang semakin berkurang, juga kesuburan ya. Jadi selain modifikasi genetik dengan varietas baru perlu juga dilakukan modidikasi agronomi.

Baca Juga:  Petani Tebu Tidak Dikenakan PPN

Faktor lainnya adalah benih, Varietas baru yang diperlukan benihnya dalam jumlah banyak secara cepat tidak mungkin diperbanyak dengan cara konvensional  karena terlalu boros. Karena itu Peragi menyodorkan teknologi bud chip, penggunaan satu mata sehingga lebih efisien. Teknologinya sudah ada sehingga lebih mudah dikembangkan.

Biaya yang besar dalam budidaya tebu adalah bongkar ratoon. Kalau tidak dilakukan, misalnya keprasan sampai 3-4 kali maka produktivitas menurun. Peragi sedang meneliti/mengkaji supaya bongkar ratoon bisa dilakukan lama, tidak perlu 3-4 kali keprasa, tetapi produktivitas tetap tinggi, sehingga budidaya tebu semakin efisien.

Jadi ada empat faktor kunci yaitu varietas, teknik agronomis, perbanyakan benih dan bongkar ratoon. Semuanya berada dalam ranah ilmu agronomi. Karena itu PERAGI digandeng Ditjen Perkebunan supaya program Menteri Pertanian akselerasi pencapaian swasembada gula tercapai. Satu sisi program ini memperbanyak jumlah Pabrik Gula tetapi sisi lain harus didukung on farm yang kuat.

“Kalau PG baru banyak berdiri tetapi on farm tidak kuat maka akan meningkatkan impor gula mentah yang akan diolah jadi gula rafinasi. Kita kurangi ketegantungan pada impor gula mentah dengan memperkuat on farm untuk mengimbangi pembangunan PG baru. On farm bisa  kuat dengan keterlibatan banyak petani dan pengusaha. On farm yang kuat dan berdaya saing tinggi dengan pendekatan agronomi berbasis ilmiah.