Jakarta, mediaperkebunan.id – Bercak daun sawit adalah kondisi patologis pada tanaman kelapa sawit yang ditandai dengan munculnya bercak-bercak berwarna kuning, cokelat, atau kehitaman di permukaan daun. Seiring waktu, bercak ini membesar dan menyatu, menyebabkan kerusakan jaringan daun dan mengganggu proses fotosintesis tanaman.
Penyakit bercak daun menyerang bibit kelapa sawit dan tanaman kelapa sawit muda. Tak hanya itu penyakit ini juga bisa menyerang pada tanaman yang menghasilkan.
Penyakit ini mempunyai gejala awal berupa bercak – bercak berwarna yang berada di atas helaian pada daun yang berumur sedang. Kemudian bagian terserang tersebut akan meluas dan mulai mengering pada bagian tengahnya sehingga menimbulkan warna cokelat gelap.
Serangan yang berat dari penyakit bercak daun ini akan membuat kerusakan jaringan dari anak daun sehingga akan mengganggu proses fotosintesis. Tentunya hal tersebut akan menghambat pertumbuhan bibit dan pada tanaman yang menghasilkan akan berdampak langsung pada penurunan produksi tandan buah segar (TBS).
Penyebab Bercak pada Daun Sawit
Berdasarkan sumber dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), bercak daun dapat disebabkan oleh berbagai jenis jamur patogen, antara lain Curvularia sp., Pestalotiopsis sp., Bipolaris sp., dan Helminthosporium sp.. Patogen ini menyebar melalui spora yang terbawa angin atau percikan air hujan, terutama pada musim hujan saat kelembaban tinggi. Di Indonesia, pada umumnya penyakit hawar daun ini disebabkan oleh genus Curvularia.
Bibit kelapa sawit lebih rentan terserang penyakit ini dibandingkan dengan tanaman muda hingga dewasa. Namun keberadaan bercak daun pada tanaman yang berumur lebih lanjut dapat menjadi sumber penyebaran penyakit untuk tanaman rentan di sekitarnya. Kekurangan unsur hara seperti kalium (K) dan magnesium (Mg) dapat melemahkan ketahanan tanaman terhadap infeksi penyakit ini.
Cara Pengendalian
Pengendalian bercak daun sawit harus dilakukan secara terpadu, mencakup tindakan pencegahan, pengendalian hayati, kimiawi, dan perbaikan manajemen kebun. Berikut adalah langkah-langkah strategis yang dapat dilakukan:
1. Sanitasi dan pemangkasan
Apabila serangan penyakit tergolong ringan dan sporadis maka harus dilakukan pemangkasan daun – daun yang sakit. Daun yang sudah dipangkas kemudian dibakar pada tempat yang aman dan jauh dari kebun agar tidak menyebar. Tindakan sanitasi dan pemangkasan ini dapat mengurangi sumber jamur di area pembibitan dan penanaman.
2. Pengaturan jarak tanam dan tajuk
Terapkan jarak tanam ideal antar bibit misalnya sebesar 90 cm. Kemudian lakukanlah pemangkasan ringan untuk meningkatkan penetrasi cahaya dan sirkulasi udara
3. Pemupukan berimbang
Pastikan bibit atau tanaman sawit tidak mengalami defisiensi hara karena akan meningkatkan penyebaran penyakit bercak daun. Apabila penyakit ini timbul karena defisiensi hara, maka harus dilakukan perbaikan kondisi bibit atau tanaman kelapa sawit dengan pemupukan.
Bersumber dari tulisan Teknik Pengendalian Bercak Daun Kelapa Sawit yang diterbitkan oleh PPKS, perbaikan tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan dosis yang lebih tinggi sebanyak 15% – 30% dari dosis normal. Apabila kondisi tanah sudah baik, Kawan Medbun dapat melakukan pemupukan yang berimbang.
Pemberian pupuk Kalium (KCl) secara cukup dapat memperkuat dinding sel daun dan mencegah infeksi dan Kawan Medbun dapat menambahkan Magnesium (MgSO₄) dan Nitrogen (Urea) sesuai rekomendasi analisis tanah.
4. Penggunaan Fungisida
Aplikasi fungisida dapat dilakukan saat terjadi serangan berat dan merata. Gunakan bahan aktif seperti Karbendazim, Mankozeb, Benlate, Bayleton, dan Propineb.Penggunaan fungisida sebaiknya dilakukan pagi atau sore hari, dan tidak pada saat hujan.
Pemberian bahan aktif tersebut dilakukan paling sedikit sebanyak 3 kali hingga sudah tidak ditemukan bercak yang baru. Penggunaan fungisida ini diharapkan dilakukan dengan bijak untuk mencegah terjadinya resistensi.
Bercak daun sawit berdampak langsung pada penurunan produktivitas karena rusaknya jaringan fotosintetik. Fotosintesis yang terganggu menyebabkan berkurangnya asupan energi bagi tanaman sehingga pertumbuhan menjadi terhambat.
Keberhasilan pengendalian penyakit ini juga sangat bergantung pada pengetahuan penangkar bibit dan petani sawit. Dengan menerapkan pengendalian terpadu risiko penyakit ini dapat diminimalkan. Penting bagi semua pelaku usaha perkebunan untuk terus meningkatkan kewaspadaan dan menerapkan praktik budidaya yang sehat dan berkelanjutan demi menjaga produktivitas sawit Indonesia.