Jakarta, mediaperkebunan.id – Kelapa sawit kini memegang peranan teramat penting bagi pembanunan ekonomi Indoneisa. Selain sebagai penghasil devisa terbesar, perkebunan kelapa sawit juga merupakan penggerak perekonomian nasional, penyangga kedaulatan energi, serta pendorong ekonomi kerakyatan, dan penyerap tenaga kerja.
Hal tersebut terjadi karena pohon kelapa sawit dikenal sebagai pohon penghasil minyak-lemak pangan paling produktif dan efisien. Tanaman kelapa sawit juga membutuhkan dosis pupuk paling kecil serta dapat menghasilkan dua jenis minyak, yaitu minyak sawit dan minyak inti sawit. Hasil produksi minyak sawit pun mudah diproses menjadi aneka produk untuk keperluan pangan, industri, maupun energi.
Dewasa ini, perkebunan-perkebunan kelapa sawit global memasok sekitar 40 persen dari kebutuhan minyak nabati dunia, dengan menggunakan lahan yang hanya sekitar 7 persen dari total lahan perkebunan minyak-minyak nabati global. Sebagai penghasil terbesar minyak kelapa sawit di dunia, kita bangsa Indonesia tentu sudah seharusnya bertekad untuk mendapatkan nilai tambah semaksimal mungkin dari pengolahan hasil-hasil panen perkebuan kelapa sawit.
Produksi minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dipraktekkan oleh banyak Pabrik Kelapa Sawit (PKS) sekarang ini menggunakan teknologi yang berumur sudah lebih dari 100 tahun. Sebenarnya, dari segi teknis teknologi pengolahan CPO cukup boros air dan boros energi.
Namun, kenyataanya pabrik-pabrik sawit di Indonesia saat ini masih sangat berdaya saing baik dalam memproduksi minyak-lemak. Hal tersebut lantaran berlimpahnya biomassa non-minyak di dalam tandan buah segar kelapa sawit yang memungkinkan pabrik beroperasi tanpa pasokan energi dari luar dan bahkan surplus energi.
Pengembangan teknologi produksi minyak sawit mentah yang kian hemat air dan hemat energi tentu akan berpotensi tidak hanya meminimalkan volume limbah cair yang terpaksa dihasilkan dan harus diolah agar tak mencenari lingkungan, melainkan juga akan meminimalkan penggunaan biomassa non-minyak yang terkandung di dalam tandan buah segar kelapa sawit sehingga sumber daya sisa (spent resource). Fenomena ini dapat dimanfaatkan untuk keperluan-keperluan lain yang lebih meningkatkan nilai tambahnya.
Teknologi yang lebih lebih hemat air dan hemat energi yang dimaksud tersebut sudah tentu pula akan memperkecil skala ekonomik minimum PKS-PKS dan membuka jalan bagi koperasi-koperasi petani swadaya sawit untuk mendirikan PKS milik mereka sendiri.
Pengolahan CPO di pabrik-pabrik pemulusan (refinery-refinery) di negeri kita sekarang ini praktis “meniru” apa yang dilakukan oleh pabrik-pabrik pemulusan di belahan bumi barat, yaitu menghasilkan Refined-Bleached-Degummed Palm Oil (RBDPO) dengan menyingkirkan komponen-komponen minor yang dianggap sebagai “pengotor-pengotor”. Padahal, komponen-komponen minor yang dituduh sebagai “pengotor” tersebut banyak sekali mengandung fitonutrien-fitonutrien seperti beta-karoten (provitamin A), tokotrienol, skualen dll yang berpotensi menjadi produk-produk penjaga kesehatan dengan harga per satuan sampai berlipat-lipat RBDPO.
Pengembangan teknologi yang efisien untuk menjumput (recovering) produk-produk fitonutrien tersebut dari CPO sebelum atau dalam pengolahannya menjadi RBDPO tentu akan sangat meningkatkan nilai tambah yang diperoleh bangsa kita dari CPO dan bahkan bisa pula berkontribusi sangat positif pada upaya kita untuk menanggulangi fenomena stunting di negara kita.
Pakar-pakar dunia bahan bakar nabati kini sudah menyadari bahwa asam-asam lemak adalah sumber premium hidrokarbon (-> ‘minyak bumi”) terbarukan, karena asam-asam lemak sesungguhnya adalah hidrokarbon rantai sedang-panjang yang “terkontaminasi” karbon dioksida (CO2) pada salah satu ujung molekulnya, sehingga penyingkiran “CO2 kontaminan” tersebut akan membuat asam-asam lemak menjelma menjadi hidrokarbon terbarukan (hijau). Minyak sawit dan minyak inti sawit adalah minyak-minyak nabati yang mengandung paling sedikit asam-asam lemak tak jenuh ganda (yang hidrokarbon turunannya tidak disukai di dunia bahan bakar), sehingga kedua minyak-lemak milik kita tersebut merupakan sumber premium “BBM hijau” alias bahan-bahan bakar biohidrokarbon seperti minyak diesel hijau (green diesel), bioavtur, maupun bensin nabati atau bensin biohidrokarbon.
Pengembangan teknologi berongkos semurah mungkin untuk mengolah asam-asam lemak minyak-minyak dari pohon sawit (dan minyak-minyak nabati lain yang pohon-pohon sumber potensialnya sangat banyak di negeri ini), akan membuka peluang Indonesia menjadi sentra produksi besar bahan-bakar hijau di dunia. Konferensi dan pameran T-POMI (Technology & Talent Palm Oil Mill Indonesia) 2024 bisa menjadi ajang atau arena yang tepat bagi pembahasan dan diseminasi pengembangan teknologi yang diuraikan di atas dan karenanya perlu didukung pengadaannya.
Informasi-informasi teknologi baru sesuai harapan para pelaku perkebunan sawit,demi keberlanjutan peningkatan dan pengokohan pertumbuhan ekonomi bangsa kita akan berlangsung di konferensi dan pameran Technology & Talent Palm Oil Mill Indonesia (TPOMI) 2024 pada tanggal 18-19 Juli 2024 mendatang.