Bogor, Mediaperkebunan.id
Tahun 2019 Indonesia mengimpor gandum sebanyak 10,69 juta ton. Untuk mengurangi impor gandum maka perlu dicari subtitusinya. Sagu merupakan subtitusi impor gandum, pengembangan sagu disesuaikan dengan target subtitusi impor gandum. Dirjen Perkebunan, Kasdi Subagyono menyatakan hal ini pada FGD Sagu yang diselenggarakan oleh Peragi (Persatuan Agronomi Indonesia).
Luas kebun/hutan sagu di Indonesia mencapai 5,5 juta ha sedang yang sudah dimanfaatkan 314.663 ha atau 5,79% saja. Sagu dikembangkan dalam kawasan dan korporasi petani fokus di Papua, Papua Barat dan Riau.
Ada tiga opsi pengembagan sagu. Opsi 1 adalah subtitusi impor gandum 20% berarti 2,14 juta ton gandum. Dengan produktivitas 3 ton/ha maka tepung sagu yang dihasilkan 2,4 juta ton. Ampas sagu juga diolah jadi etanol dengan target produksi 2,37 juta kl.
Target areal investasi sagu 800.000 ha di Papua 500.000 ha, Papua Barat 200.000 ha, Riau 50.000 ha, Sulawesi 20.000 ha, Maluku 30.000 ha. Tahap 1 tahun 2021 penataan sagu 200.000 produksi 600.000 ton, tahap 2 2022 penataan sagu 200.000 ha produksi 600.000 ton dan tahap 3 tahun 2023 penataan sagu 400.000 ha dengan produksi 1,2 juta ton.
Opsi 2 subtitusi 10% , target subtitusi impor gandum 1,069 juta ton, target produksi tepung sagu 1,2 juta ton, target produksi etanol 1,19 juta kl, target areal investasi sagu 400.000 ha terdiri dari Papua 250.000 ha, Papua Barat 100.000 ha, Riau 25.000 ha, Sulawesi 10.000 ha, Maluku 15.000 ha. Tahap 1 tahun 2021 penataan sagu 100.000 ha produksi tepung sagu 300.000 ton, tahap 2 2022 penataan sagu 100.000 ha produksi 300.000 ton , tahap 3 2023 penataan sagu 200.000 ha produksi tepung sagu 600.000 ton.
Opsi 3 subtitusi 5% , target subtitusi impor gandum 534.500 ton, target produksi tepung sagu 600.000 ton, target produksi etanol 594 ribu kl, target areal investasi sagu 200.000 ha (Papua 125.000 ha, Papua Barat 50.000 ha, Riau 12.500 ha, Sulawesi 5.000 ha, Maluku 7.500 ha). Tahap 1 tahun 2021 penataan sagu 50.000 ha produksi tepung sagu 150.000 ton, tahap 2 2022 penataan sagu 50.000 ha produksi tepung sagu 150.000 ton, tahap 3 tahun 2023 penataan sagu 100.000 ha produksi 150.000 ton.
Penataan sagu hulu hilir , dihulu dengan penataan hutan sagu, pengembangan budidaya sagu dan peningkatan produktivitas sagu. Kemudian diikuti dengan pembangunan pabrik pengolahan dan tata kelola pabrik. Setelah itu pemasaran baik lokal maupun ekspor.
Pembiayaan tidak bisa sepenuhnya dari APBN /APBD tetapi juga lewat KUR dan investasi perusahaan swasta. APBN/APBD dan KUR untuk penyediaan benih dan saprodi, penataan sagu skala tertentu, fasilitasi Unit Pengolahan Hasil, bimbingan dan pendampingan petani. Sedang investor dan dana CSR dialokasikan untuk penataan sagu skala besar, pembangunan pabrik pengolahan, pembangunan infrastruktur pedukung.
Alokasi anggaran pengembangan kawasan sagu 1000 ha dengan total anggaran Rp5,65 miliar, terdiri dari perluasan tanaman sagu di Riau 300 ha anggaran Rp1,24 miliar yaitu di Indragiri Hilir 100 ha dengan anggaran Rp393,45 juta dan Kepulauan Meranti 200 ha anggaran Rp851 juta.
Penataan tanaman sagu 700 ha dengan anggaran Rp3,09 miliar terdiri dari Papua 400 ha anggaran Rp2,18 miliar (Kabupaten Jayapura 100 ha Rp545 juta, Kabupaten Mimika 100 ha Rp545 juta, Kabupaten Mappi 200 ha Rp1,09 miliar); Maluku Utara di Kabupaten Halmahera Barat 100 ha Rp439 juta; Papua Barat 200 ha Rp1,29 miliar masing-masing 100 ha di Kabupaten Sorong dan Sorong Selatan dengan anggaran tiap kabupaten Rp645 juta. Pengawalan dan pendampingan kegiatan Rp498 juta.
“Menteri Pertanian pernah berkunjung ke sebuah pabrik kue di Tangerang. Menteri minta 20% kebutuhan tepung terigunya diganti tepung sagu. Perusahaan setuju jadi kita sambungkan dengan Kepulauan Meranti, Riau sebagai sentra produksi sagu paling dekat dengan Tangerang, Banten,” katanya.