Tidak akan ada kebakaran jika ada pengelolaan yang baik, itulah yang seharusnya dilakukan pada lahan gambut.
Tidak ada yang tidak mungkin jika dilakukan dengan serius termasuk mencegah kebakaran pada lahan gambut. Sebab pada dasarnya lahan gambut pun jika dikelola dengan baik justru mendatangkan banyak manfaat. Tapi sebaliknya jika lahan gambut dibiarkan begitu saja atau menjadi lahan terlantar dengan kata lain lahan gambut tersebut tidak bertuan justru dapat menyebabkan kebakaran.
“Terbukti bahwa lahan gambut yang terbakar rata-rata adalah lahan terlantar atau tidak bertuan. Sedangkan perkebunan kelapa sawit dilahan gambut adalah terbakar bukan dibakar. Terbakar karena berdekatan dengan lahan gambut yang terbakar akibat tidak dikelola,” jelas Asmar Arsyad, Sekjend Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) dalam acara Seminar Nasional dengan tema “Menyongsong 100 Tahun Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan, di Medan, oleh perkebunannews.com.
Gambut, Layak Ditanami Kelapa Sawit
Hal senada diungkapkan Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Hasanuddin bahwa jika lahan gambut dikelola dengan baik maka akan memberikan manfaat. “Sebab tidak sedikit perkebunan kelapa sawit dilahan gambut yang dikelola dengan baik dan hasilnya pun cukup baik,” terang Hasanuddin.
Artinya, menurut Hasanuddin, jika ada pihak yang melarang agar lahan gambut tidak boleh digunakan untuk budidaya pertanian, maka harus dijelaskan apa alasannya. Sebab tidak sedikit lahan gambut yang digunakan untuk budidaya pertanian hasilnya pun cukup baik dan budidaya itu tidak hanya kelapa sawit.
“Jadi kita harus duduk bersama apa alasannya untuk melarang lahan gambut digunakan sebagai budidaya pertanian,” terang Hasanuddin.
Sementara itu, Guru Besar Ilmu Tanah pada Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Abdul Rauf menjabarkan Adapun budidaya di lahan gambut sesuai good agriculture practices (GAP) yaitu dengan water management (manajemen air). Jadi mebuat drainase di lahan gambut bukan untuk membuang air tapi menekan permukaan air maksimum 60 cm.
Tujuan agar permukaan air tetap 60 cm agar lahan gambut tetap baik (terjaga) dan tanaman tetap tumbuh subur. Hal ini karena sifat air yang kapilaritas yang bisa naik memenuhi lahan gambut tersebut.
“Gambut rusak jika terlalu kering atau yang dikenal susidensi atau jika terlalu kering bisa membentuk pasir semu atau dikenal susi dosen, maka untuk itu solusinya harus mempertahankan kadar air sebesar300 persen. Artinya volume air sebesar tiga kali dari berat gambut tersebut,” himbau Rauf.
Melihat hal ini, Rauf menjelaskan, maka berapa pun kedalaman gambut kalau watar management-nya baik atau tetap mempertahankan permukaan air di 60 cm maka gambut akan tetap baik begitu juga dengan produktivitasnya.
Artinya, melihat pentingnya water management maka dibuatlah drainase yang menghubungkan ke parit-parit agar bisa menambah dan menuunkan permukaan air pada lahan gambut di perkebunan kebun kelapa sawit. Hal inilah kunci mengapa perkebunan kelapa sawit tetap mempunyai produktivitas tinggi dan lahan gambut tetap terjaga, satu diantaranya perkebunan di Sumatera Utara.
“Jadi caraya yaittu disaat musim kemarau bukalah kran air tersebut sehingga air bisa masuk ke parit-parit agar lahan gambut tetap basah. Kemudiaan jika musim hujan kran dibuka untuk menurunkan permukaan air. Bahkan perkebunan yang di Sumatera Utara itu kran airnya sudah otomatis sehingga bisa menaikan dan menurunkan permukaan air di lahan gambut agar tetap stabil,” urai Rauf. YIN